search

DIALOG DINI HARI: KULMINASI II

Pasca dirilisnya album penuh terbaru mereka pada Juli 2019, Parahidup, trio asal Bali Dialog Dini Hari ini kembali dengan single “Kulminasi II”. Secara khusus, single ini, mendokumentasikan perjalanan umat manusia menghadapi pandemi yang secara global mengubah cara hidup kita semua. Kendati menghadapi kehidupan yang mencekam, ketiganya masih bergerak untuk mencipta.
Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print

DIALOG DINI HARI: TURUN TANGAN LEWAT KARYA

Ada di rumah sehari-hari menunggu tanpa melihat garis ujung dari pandemi Covid-19, membuat tiga orang personel Dialog Dini Hari mencari jalan untuk tetap berbuat sesuatu sekaligus berkontribusi pada hidup orang banyak lewat karya.

Pasca dirilisnya album penuh terbaru mereka pada Juli 2019, Parahidup, trio asal Bali ini kembali dengan single “Kulminasi II”. Secara khusus, single ini, mendokumentasikan perjalanan umat manusia menghadapi pandemi yang secara global mengubah cara hidup kita semua.

Kendati menghadapi kehidupan yang mencekam, ketiganya masih bergerak untuk mencipta.

“Masing-masing dari kami punya peralatan rekaman yang mumpuni. Jadi, produksi bisa dikerjakan dari jauh, di rumah masing-masing,” cerita Pohon Tua (vokal dan gitar), penulis lagu utama Dialog Dini Hari. Selain Pohon Tua, dua orang personel band yang lain, Brozio Orah (bas dan synthesizer) dan Putu Deny Surya (drums) juga merupakan produser musik.

Single “Kulminasi II” ini juga membawa pesan untuk terus bersolidaritas membantu penyediaan Alat Pelindung Diri (APD) bagi tim medis yang beraksi di garis depan menghadapi pandemi ini. Bersama dengan single ini, Dialog Dini Hari mengajak berdonasi yang diinisiasi oleh para pelaku kesenian Bali yang didukung BaleBengong & Taman Baca Kesiman lewat rekening BPD Bali 0200 2151 09141 a/n Ni Wayan Desy Lestari, atau Ovo/gopay 0895 3787 3600 0 a/n Fenty Lilian.

“Sebagai seniman, ini yang bisa kami lakukan. Ini yang paling masuk akal bisa kami kerjakan dari rumah,” lanjut Pohon Tua.

Perjalanan kolektif manusia menjalani peristiwa yang belum kelihatan ujungnya ini, juga membuat mereka melakukan refleksi sekaligus menyelami pertanyaan besar akan seperti apa peradaban setelah semuanya berlalu.

“Mungkin ada tatanan yang berubah, tentang bagaimana manusia satu melihat manusia lainnya. Aku antara penasaran dan khawatir juga. Kita yang orang Timur pada dasarnya kan sulit untuk menerima social distancing. Akan seperti apa, itu yang buat aku curiga. Rasanya akan terbawa terus sampai ini semua selesai. Aku pikir, kita akan berubah secara tatanan sosial. Dan ini akan terjadi di berbagai sektor, termasuk ekonomi. Perlu waktu lama. Yang bisa kita lakukan ya, perlu bahu membahu,” terangnya tentang gejala yang coba direkam.

Ia melanjutkan, “Aku masih yakin tetap ada hal baik yang menunggu kita semua di depan nanti.”

“Kulminasi II” akan rilis pada 14 April 2020 di kanal Youtube Dialog Dini Hari dan segera menyusul di sejumlah kanal musik digital.

__________

Kulminasi II
Penulis lagu: Dialog Dini Hari
Lirik: Dadang Pranoto “Pohon Tua”
Direkam di studio rumah masing-masing personil selama bulan Maret-April 2020
Proses mixing dilakukan di Lengkung Langit Studio, dan proses mastering dikerjakan di Posko Studio oleh Deny Surya
Ilustrasi sampul: Cempaka Surakusumah
Label produksi: Rain Dogs Records

Dialog Dini Hari:
Pohon Tua (gitar, vokal)
Brozio Orah (bas, synthesizer, piano, vokal latar)
Putu Deny Surya (drums)

www.dialogdinihari.com
[email protected]

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print
Rudolf Dethu

Rudolf Dethu

Music journalist, writer, radio DJ, socio-political activist, creative industry leader, and a qualified librarian, Rudolf Dethu is heavily under the influence of the punk rock philosophy. Often tagged as this country’s version of Malcolm McLaren—or as Rolling Stone Indonesia put it ‘the grand master of music propaganda’—a name based on his successes when managing Bali’s two favourite bands, Superman Is Dead and Navicula, both who have become two of the nation’s biggest rock bands.
Rudolf Dethu

Rudolf Dethu

Music journalist, writer, radio DJ, socio-political activist, creative industry leader, and a qualified librarian, Rudolf Dethu is heavily under the influence of the punk rock philosophy. Often tagged as this country’s version of Malcolm McLaren—or as Rolling Stone Indonesia put it ‘the grand master of music propaganda’—a name based on his successes when managing Bali’s two favourite bands, Superman Is Dead and Navicula, both who have become two of the nation’s biggest rock bands.

Related

Scroll to Top