search

Lebih Lancip tentang Ska Bersama Rude Boy Dodix

Sejawat aktivis skena alternatif, berikut saya lampirkan rangkuman dialog semi kasual antara saya dengan Rude Boy Dodix.
Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print

Sejawat aktivis skena alternatif, berikut saya lampirkan rangkuman dialog semi kasual antara saya dengan Rude Boy Dodix. Global citizen kelahiran Bali ini notabene adalah sohib dekat saya. Di urusan rock-n-roll, kita pernah tergabung bersama dalam band management Glampunkabilly Inferno yang sempat ber-partnership dengan Superman Is Dead, Navicula, Postmen, pula—secara tak langsung—Suicidal Sinatra. Di lingkungan terdekatnya, Dodix dikenal sebagai peminat/penikmat/penggiat ska (clearly, check out his name). Paling mutakhir, pria yang juga penyuka tattoo ini mulai merambah dunia per-DJ-an dan mengusung alter ego lain lagi—sekaligus tetap “ramah Jamaika”: Sound Bwoy Dodix.

Nah, sehubungan dengan kegandrungannya pada genre yang bermula dari Jamaika tersebut, untuk membinasakan rasa penasaran, saya kemudian memberondongkan sejumlah pertanyaan kepadanya. Silakan disimak. Pick it up—pick it up—pick it up—pick it up—pick it uuup!

1. Sejak kapan mulai dengerin ska dan apa yang bikin suka?
Sekitar tahun 1996, waktu itu album Rancid yang bertajuk …And Out Come The Wolves dengan single-nya “Time Bomb” sangat meledak. Di lagu ini, selain memang berbau ska yang kental, mereka juga memasukkan unsur reggae di tengah-tengah lagu. Lagu ini yang bisa dibilang menjadi pemicu saya untuk menyelami genre ini secara lebih dalam. Dan sampai hari ini pun “Time Bomb” tetep sukses bikin bulu kuduk saya merinding.

Di tahun berikutnya, saat sampeyan balik dari gawe di kapal pesiar dan ngasihin saya oleh-oleh majalah Alternative Press #109 08/1997 yang memuat artikel tentang ska gelombang ke 3 berikut sub-genre-nya, Ska-Punk; dari sana saya jadi banyak mendapatkan referensi tentang aliran musik ini dan band-band ska saat itu. Dari situlah saya jadi jatuh cinta dengan musik ska—utamanya ska punk—sampai sekarang.

2. Kenapa harus ska punk?
Well, mungkin buat yang belum pernah denger, Ska sendiri secara resmi dibagi menjadi 3 gelombang yaitu: Gelombang pertama yang dimulai sekitar tahun 60an dan lebih dikenal sebagai Traditional Ska. Kemudian Gelombang ke-2 dimulai sekitar akhir 70an, band yang paling signifikan di era ini adalah The Specials. Dan gelombang ke-3 di tahun 90an (akhir 80an) yang dianggap sebagai kebangkitan kembali musik ska.
Lalu, kenapa harus ska punk, mungkin menurut saya lebih karena energinya ya. Menurut saya ska punk lebih berenergi dan kebanyakan lebih danceable. Bisa diingat juga di tahun 1994, kala itu punk rock juga bangkit lagi dengan ditandai suksesnya album Dookie dari Green Day, yang kemudian diikuti dengan bermunculannya band-band punk rock lainnya—termasuk juga Rancid. Dari situ berlanjutlah ke wabah musik ska. Saya yang lebih dahulu suka musik Punk Rock, akhirnya lebih mudah mencerna dan menerima ska yang sudah bercampur dengan unsur punk rock.

3. Dari tadi ngomongin Rancid melulu. Memangnya mereka itu band favorit anda?
He he… Saya memang cinta mati sama Rancid dan lebih spesifik lagi dengan Tim Armstrong, sang vokalis sekaligus otak di balik masuknya unsur ska di band punk rock satu ini. Yang paling saya suka dari Tim Armstrong, walaupun suaranya sama sekali gak bagus—doi lebih banyak bergumam dari pada bernyanyi—lagu-lagunya menurut saya sangat soulful. Kalau dirunut sejarahnya, Tim Armstrong yang waktu itu memakai nickname Lint, adalah juga gitaris dari band legendaris dan kontroversial Operation Ivy. Band ini dibicarakan orang sampai sekarang karena dianggap sebagai leluhur dari ska punk dan sekaligus juga kontroversial karena mereka bubar di bulan Mei 1989, di bulan yang sama saat album penuh pertama mereka, Energy, dirilis. Tim Armstrong juga punya andil yang sangat besar atas lahirnya Dance Hall Crashers, band Ska asal Berkeley, California; yang tetap disegani sampai sekarang.
Tim Armstrong

4. Ada gak sih band Ska dari luar yang pernah main di Indonesia?
Gak banyak sih yang bisa disebutin, tapi kalau menurut saya ada 2 yang paling penting:
• Di tahun 1996 No Doubt pernah main di pantai Sanur, Bali, dalam rangkaian konser Music For Our Mother Ocean. Yup, No Doubt yang vokalisnya Gwen Stefani, yang sekarang berubah jadi Queen of Bling Pop. Album mereka waktu itu Tragic Kingdom emang penuh dengan unsur Ska—listen to the “Spiderwebs” and you’ll see what I mean—yang mungkin juga karena waktu itu sedang trend. Saya cukup beruntung sempat menonton mereka saat itu
• Kalo gak salah di tahun 2000an, Save Ferris—the band broke up in 2005 and now Monique Powell sings for The Mojo Wire—main di Hard Rock Cafe Bali. Buat penyegaran, Save Ferris mendunia setelah menyanyikan remake lagu “Come on Eileen” yang aslinya dinyanyiin sama Dexys Midnight Runners

5. Bisa sedikit cerita tentang band Ska di Indonesia?
Dulu jamannya ska lagi booming, ada banyak band-band Ska di Indonesia, malah termasuk Bobby Kool dari Superman Is Dead pun sempet punya side project band ska yang dikasih nama The Croto Chip, yang bahkan pernah ngeluarin 1 album indie yang dikasih judul Percuma.

Kalo saya sebutin, ada beberapa band Ska yang cukup penting seperti Noin Bullet yang sampai sekarang masih eksis. Trus, dulu ada Jun Fang Gang Foo dengan hits-nya “Bruce Lee”. Dan yang masih tetap bertahan sampai sekarang, the mighty Shaggy Dog. Juga Souljah band Ska/Reggae yang sudah ngeluarin 2 album, masih tetep beredar sampai sekarang. By the way, saya gak akan masukin Tipe X di sini, karena menurut saya mereka cuman mainin musik Melayu dengan sentuhan terompet disana-sini… They are totally NOT Ska!

6. Sebutin dong band-band Ska favorit anda!
Kalau musti disebutin bakalan sangat banyak ya, tapi biar gampang nyebutinnya, di bawah ini saya bikinkan “10 Album Ska-Punk Favorit Sepanjang Masa” menurut versi saya—in no particular order:

The Specials – The Specials (2-Tone/Chrystalis)
Operation Ivy – Energy (Lookout!)
Rancid – And Out Come The Wolves (Epitaph)
Dance Hall Crashers – Lockjaw (MCA)
Reel Big Fish – Turn The Radio Off (Mojo)
The Mighty Mighty Bosstones – Let’s Face It (Mercury)
Less Than Jake – Losing Streak (Capitol)
The Suicide Machines – Destruction By Definition (Hollywood)
Voodoo Glow Skulls – The Band Geek Mafia (Epitaph)
Sublime – Sublime (MCA)

7. Schweet. I think that’s that. Thanks.
Big up, bredda!

Nah, bagi rekan-rekan lain yang ingin berdiskusi lebih jauh dengan Rude Boy Dodix soal ska serta berbagai sub genrenya silakan posting comment di bawah ini. Sekalian juga saya sisipkan salah satu lagu ska punk yang paling saya suka dari band ska punk yang duhai saya hormati:

[youtuber youtube=’http://www.youtube.com/watch?v=7DoQ1vrird8′]

_____________________

*Wawancara saya dengan Dodix ini sejatinya merupakan materi lama, pertengahan 2009, dimuat pertama kali di Musikator, namun saya unggah kembali—serta ubah ultra sedikit isinya—di situs pribadi saya dalam rangka pengarsipan dan dokumentasi rupa-rupa hasil kerja saya yang banyak tercecer di sana-sini. Selain itu, saya pikir isi dari artikel ini masih cukup relevan dengan isu masa kini. Bersulang!

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print
Rudolf Dethu

Rudolf Dethu

Music journalist, writer, radio DJ, socio-political activist, creative industry leader, and a qualified librarian, Rudolf Dethu is heavily under the influence of the punk rock philosophy. Often tagged as this country’s version of Malcolm McLaren—or as Rolling Stone Indonesia put it ‘the grand master of music propaganda’—a name based on his successes when managing Bali’s two favourite bands, Superman Is Dead and Navicula, both who have become two of the nation’s biggest rock bands.
Rudolf Dethu

Rudolf Dethu

Music journalist, writer, radio DJ, socio-political activist, creative industry leader, and a qualified librarian, Rudolf Dethu is heavily under the influence of the punk rock philosophy. Often tagged as this country’s version of Malcolm McLaren—or as Rolling Stone Indonesia put it ‘the grand master of music propaganda’—a name based on his successes when managing Bali’s two favourite bands, Superman Is Dead and Navicula, both who have become two of the nation’s biggest rock bands.

Related

Scroll to Top