search

Merdeka Menjadi Bianglala

Jabat erat keberagaman dari klandestin.
Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print

Awas! Ini bukan tentang agama atau anti/pro JIL. Ini tentang pilihan pluralisme.

Kerabat Puspawarna,

Jabat erat keberagaman dari klandestin. Ada kabar mencengangkan, utamanya bagi insan bineka yang berdomisili di Bali. Gerakan Indonesia Tanpa JIL (ITJ) yang notabene pendukung “Pluralisme? Injak saja!” ternyata sudah membuka cabang di Bali (akun Twitter: @ITJ_BALI dengan @BahrudinJamil sebagai admin). Konon berpusat di Klungkung.

Duh gusti, ini sungguh lucu. Di Bali mana ada JIL? Mau menghadapi siapa memangnya? Atau memang berencana besar menginjak pluralisme yang justru merupakan fondasi utama Bali? Oh, ok, ok, mungkin sekadar antisipasi agar benih-benih JIL tak bersemi di pulau Dewata. Harus diinjak duluan agar senantiasa kerdil atau sekalian binasa. Begitu? Hmmm… Okeh. Bolehlah diterimah logikah.

Tadi menyebut sekadar mengantisipasi ya? Baiklah, sama juga, sekadar mengantisipasi kehadiran gerakan ITJ tersebut di Bali maka saya sudah minta rekan-rekan saya untuk mengkonfirmasi langsung ke akun Twitter @ITJ_BALI dengan memberikan 2 pertanyaan mendasar:
1. Anda bagian dari “Pluralisme? Injak saja”?
2. Jika tidak, mengapa mengusung Ba’asyir & Rizieq (anti keberagaman) sebagai suri tauladan?
Jawaban silakan e-mail ke: [email protected]

Saya masih menunggu jawaban dari penanggungjawab akun tersebut. Nah, sambil menunggu respons tersebut mari kita siram kembali ingatan kita dengan menampilkan 4 gambar serta 1 akal sehat bersih-segar:

Indonesia Tanpa JIL menjadi partisipan Apel Siaga Umat “Indonesia Tanpa Liberal”, 9 Maret 2012, di Jakarta
ITJ fundies
Salah satu aktivis ITJ bergandengan bersama gerombolan radikal yang gemar mengumbar label sesat dan kafir
Aksi Indonesia Tanpa Liberal
Jajaran suri tauladan para peserta aksi
Kambing Rizieq
Salah satu “guru besar” ITJ, Rizieq (baca: pembinasa keberagaman), sedang berpidato kala aksi sedang berlangsung

Sekarang silakan gunakan akal sehat dengan baik lalu asosiasikan ke-4 foto tersebut, apa iya gerakan Indonesia Tanpa JIL benar menghargai pluralisme (keberagaman)? Kecuali jika anda kurang menonjol dalam bidang akademis kala bersekolah (baca: tolol) maka anda akan manggut-manggut percaya kepada klaim mereka sebagai organisasi yang menghargai keberagaman.

Ah, sekalian juga, mohon sudi kiranya kawan-kawan outSIDers Muslim dan punk rock puspawarna beragama Islam yang berdomisi di Klungkung bersilaturahmi ke markas ITJ di Klungkung. Tanyakan saja dua pertanyaan di atas. Nanti juga saat saya berlibur ke Bali saya akan minta ITJ Klungkung untuk meluangkan waktu bertemu dengan saya. Saya akan mengajak sahabat-sahabat Muslim saya bertemu dengannya. Ini saya memang sengaja mengajak kerabat Muslim puspawarna agar ITJ tak seenaknya mengklaim mewakili suara mayoritas. Pun saya akan menolak bicara agama sebab ini isunya pluralisme (keberagaman). Sekali lagi, para karib Muslim saya hanya akan jadi penyeimbang klaim ITJ sebagai wakil mayoritas.

Saat bertemu nanti saya akan tegaskan dengan menambahkan 2 pertanyaan lagi:
3. Kedekatan ITJ dengan Ba’asyir (baca: radikalisme). Sebab radikalisme telah dua kali, tahun 2002 dan 2005, meluluhlantakkan Bali (tapi gagal memporakporandakan pluralisme sebab tiada secuil pun tersulut konflik antar agama setelah tragedi mengerikan “Pluralisme? Injak saja!” tersebut)
4. Apakah ITJ Klungkung juga memiliki tabiat seperti guru besarnya yang kerap seenak udelnya mengumbar cap sesat dan kafir ke pihak lain?
Sekali lagi mari saya tekankan: Tidak siapa pun—TIDAK SIAPA PUN—berhak menyebut orang lain sebagai sesat dan kafir. Kata “sesat” dan “kafir” adalah frase kebahasaan yang bermakna derogatori (derogatory) alias merendahkan, melecehkan, bertendensi menghina. Dalam konteks ini, “sesat” dan “kafir” adalah kasta setan tertinggi dari derogatori karena sifatnya yang amat jahat dan keji merendahkan harkat dan martabat kemanusiaan. Saya pribadi tak akan pernah mau tunduk, sampai kapan pun saya akan melawan, cecunguk rendah nan berakal budi menjijikkan yang menyebut saya sesat dan kafir. @ITJ_BALI harus mampu meyakinkan saya bahwa anda berbeda dengan suri tauladan anda.

Bhinneka Tunggal Ika. Bersatu dan merdeka menjadi bianglala. Mohon maaf lahir dan batin.

RUDOLF DETHU

NB: Mohon sudi kiranya ITJ nanti mengirimkan satu e-mail saja ke saya. Kalau memang punya adab, jangan beramai-ramai merespons. Malu-maluin dong kalau mengeroyok. Saya ini cuman sendiri kok. Saya juga tak akan menjawab e-mail tersebut jika anda saya anggap tipe nakal dan mengkerdilkan alias kelas kambing macam “Pluralisme? Injak saja!” Terima kasih banyak sebelumnya.
_________________

• Artikel ini adalah tulisan ke-3 dari 4 tulisan:
– tulisan pertama: Surat Terbuka untuk Rocket Rockers
– tulisan kedua: Sesat dan Kafir Harus Bersatu. (Atau Mencret Menjadi Pengecut Seumur Hidup.)
– tulisan keempat (terakhir): Pluralitas dan Pluralisme dari Hongkong
• Baca juga pranala luar yang berkaitan: Antipluralisme dan Sinisme Rocket Rockers di Bali
• Pranala luar lain yang juga berhubungan: Mari Berdebat Istilah, Kang!

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print
Rudolf Dethu

Rudolf Dethu

Music journalist, writer, radio DJ, socio-political activist, creative industry leader, and a qualified librarian, Rudolf Dethu is heavily under the influence of the punk rock philosophy. Often tagged as this country’s version of Malcolm McLaren—or as Rolling Stone Indonesia put it ‘the grand master of music propaganda’—a name based on his successes when managing Bali’s two favourite bands, Superman Is Dead and Navicula, both who have become two of the nation’s biggest rock bands.
Rudolf Dethu

Rudolf Dethu

Music journalist, writer, radio DJ, socio-political activist, creative industry leader, and a qualified librarian, Rudolf Dethu is heavily under the influence of the punk rock philosophy. Often tagged as this country’s version of Malcolm McLaren—or as Rolling Stone Indonesia put it ‘the grand master of music propaganda’—a name based on his successes when managing Bali’s two favourite bands, Superman Is Dead and Navicula, both who have become two of the nation’s biggest rock bands.

Related

Scroll to Top