Insomnia

Pepeng Naif. Adi Cumi. Bonny Sidharta. Iman Fattah. Adrian Adioetomo. Mereka bersilaturahmi lalu bersinergi, mendirikan grup ultra berbahaya: Raksasa. Di kesempatan ini mereka berbaik hati membagikan sebuah karyanya secara bebas bea: "Insomnia".
Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print

RAKSASA

Press Release

RAKSASA adalah sebuah proyek musik yang terdiri atas sekumpulan musisi grup independen Indonesia yaitu adalah Franki Indrasmoro alias Pepeng NAIF pada drum, Adi Cumi (personel Fable) pada vokal, Iman Fattah (anggota Zeke And The Popo sekaligus produser Tika And The Dissidents) pada gitar, Bonny Sidharta (punggawa Deadsquad) pada bas, dan seorang solois penggiat delta blues, Adrian Adioetomo, pada gitar.

RAKSASA dipertemukan oleh Adib Hidayat, Managing Editor majalah Rolling Stone Indonesia, dalam sebuah kegiatan amal “Suara Hati Kami” yang pada saat itu akan ditayangkan peluncurannya dalam acara talkshow Kick Andy, di Metro TV, 22 Agustus 2008.

RAKSASA, yang pada saat itu memakai nama Indie All Stars, digawangi oleh Pepeng (drum), Eka Annash (vokal) dari The Brandals, Sammy (bas) dari Seringai, Iman Fattah (gitar) dan Adrian Adioetomo (gitar). Mereka membawakan lagu milik God Bless yang berjudul “Raksasa”. Terinspirasi dari judul lagu tersebut, akhirnya nama RAKSASA pun terpilih untuk dijadikan sebagai nama proyek ini.

Sejak pertemuan pertama itu mereka berlima kerap melakukan jam session di studio, dan lama-lama semakin serius untuk menjalankan band ini. Namun di akhir 2009 Eka dan Sammy mengundurkan diri, kemudian digantikan oleh Adi dan Bonny. Nama RAKSASA pun berevolusi menjadi RAKSASA PROJECT. Dengan formasi barunya, RAKSASA PROJECT melempar sebuah single berjudul “Pesawatku Delay” di tahun 2010—sebuah lagu usil yang liriknya berisi sindiran terhadap kinerja maskapai penerbangan kita, yang mereka aransir bergaya blues rock.

Pada pertengahan Agustus 2011, mereka merubah nama RAKSASA POJECT kembali menjadi RAKSASA, sebelum merilis single kedua pra album mereka, yang berjudul “Insomnia”. Debut album RAKSASA sendiri direncanakan akan dirilis sekitar September 2011… (Sebentar lagi!).

Sejak awal, RAKSASA merupakan perpaduan musisi lintas genre dan band yang berbeda, sehingga musiknya bisa dibilang cukup unik. Setiap personel memiliki karakteristik khusus. Pepeng dengan ciri khas permainan drum rock ‘n’ roll-nya dan cenderung “nakal” di setiap gebukannya, bertemu bas dari Bonny yang memiliki karakter metal nan cadas. Hal ini menjadi fondasi yang kokoh bagi musik RAKSASA. Lalu fondasi tersebut diperkuat lagi oleh permainan duo gitaris Iman dan Adrian. Uniknya, kedua gitaris ini memiliki karakter yang cukup jauh berbeda. Iman lebih kental dalam permainan blues-psychedelic dengan experimental sound, sedangkan Adrian adalah gitaris blues yang identik dengan permainan slide-nya. Terakhir, karakter vokal melengking tinggi yang dimiliki Adi—yang sudah jarang dimiliki band-band masa kini—membuat RAKSASA semakin terasa hidup.

Masing-masing personil setia pada karakternya dan mencampur-adukkan semua elemen itu ke dalam musik RAKSASA. Hanya satu hal yang mereka tetap pertahankan. Sebuah inti dari semangat musik mereka: ROCK!

Raksasa – Insomnia

-RAKSASAManagement-
Taufan Novriyanda (+6281316369648/@yahud_tfn/@raksasaband)

SEE ALSO
Domestic Groove: ADRIAN ADIOETOMO
Raksasa: Laskar Pelangi Indie

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print
Picture of Rudolf Dethu

Rudolf Dethu

Music journalist, writer, radio DJ, socio-political activist, creative industry leader, and a qualified librarian, Rudolf Dethu is heavily under the influence of the punk rock philosophy. Often tagged as this country’s version of Malcolm McLaren—or as Rolling Stone Indonesia put it ‘the grand master of music propaganda’—a name based on his successes when managing Bali’s two favourite bands, Superman Is Dead and Navicula, both who have become two of the nation’s biggest rock bands.
Picture of Rudolf Dethu

Rudolf Dethu

Music journalist, writer, radio DJ, socio-political activist, creative industry leader, and a qualified librarian, Rudolf Dethu is heavily under the influence of the punk rock philosophy. Often tagged as this country’s version of Malcolm McLaren—or as Rolling Stone Indonesia put it ‘the grand master of music propaganda’—a name based on his successes when managing Bali’s two favourite bands, Superman Is Dead and Navicula, both who have become two of the nation’s biggest rock bands.

Related

Scroll to Top