Artikel ini saya peroleh dari Transparency International Indonesia. Sepertinya layak untuk kita ketahui. Semoga saja yang akhirnya terpilih adalah sosok yang kompeten sehingga penyakit kronis korupsi di negeri ini bisa segera habis dibasmi. Semoga saja.
PROFIL UMUM 7 CALON PIMPINAN KPK 2010
DR. SUTAN BAGINDO FAHMI, SH. MH.
Lahir di Pariaman, Sumatera Barat, 13 September 1951, berumur 59 tahun saat mendaftar sebagai calon pimpinan KPK. Latar belakang pekerjaan sebagai Jaksa, dengan jabatan terakhir Direktur Tata Usaha Negara Kejaksaan Agung RI. Selama menjabat pernah menangani sejumlah kasus kontroversial, seperti kasus Ruislag antara Bulog dengan PT. Goro Batara Sakti dengan terdakwa Tommy Soeharto, Beddu Amang dan Ricardo Gelael.
Selain menangani kasus Ruislag Bulog, calon ini juga menangani kasus dana non-budgeter Bulog dengan terdakwa Akbar Tandjung, Dadang Sukandar dan Winfried Simatupang; kasus Technical Assistant Contract, dengan terdakwa Ginandjar Kartasasmita, IB Sudjana; serta kasus korupsi dan pembalakan liar Adelin Lis di Medan. Di tingkat Pengadilan Negeri pada bulan Oktober 2007, Adelin divonis bebas. ICW melakukan eksaminasi publik terhadap kasus ini. Salah seorang majelis eksaminasi yang berasal dari mantan Jaksa, M.H. Silaban dalam legal anotasinya menyatakan dakwaan tidak jelas, alat bukti tidak akurat dan keterangan yang sudah dicabut di persidangan ternyata masih digunakan di berkas tuntutan pidana.
Hasil pemeriksaan internal Kejaksaan Agung pun menjatuhkan sanksi penurunan pangkat dan mutasi sebagai staf ahli Jaksa Agung RI. Perkara akhirnya di ajukan ke tingkat Kasasi, dan berkat tekanan publik yang luar biasa, Mahkamah Agung memutus bersalah Adelin Lis dan menghukum 10 tahun penjara.
PROF. DR. JIMLY ASHIDIQIE, SH.
Lahir di Palembang, 17 April 1956, berumur 54 tahun saat mendaftar sebagai calon pimpinan KPK. Bekerja sebagai tenaga pengajar di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, pernah menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi RI, Dewan Etik Komisi Pemilihan Umum dan mantan Dewan Pertimbangan Presiden RI. Saat mencalonkan sebagai pimpinan KPK, Jimly mengajukan pengunduran diri dari Wantimpres.
Selama menjadi Hakim Mahkamah Konstitusi, Jimly pernah memutus dua perkara kontroversial, yaitu Judicial Review terhadap UU Komisi Yudisial dan UU Komisi Pemberantasan Korupsi. Putusan terhadap UU KY dinilai sebagai bentuk delegitimasi dan pelemahan terhadap lembaga reformasi tersebut. MK saat itu menghilangkan hampir semua kewenangan pengawasan KY, dan membebaskan diri dari jangkauan pengawasan KY. Hal ini dikecam banyak pihak, karena KY sesungguhnya sangat dibutuhkan sebagai penyeimbang, pengawas ekternal dan bahkan untuk memberikan terapi kejut di tengah virus Mafia Peradilan yang meluas. Hingga saat ini, revisi UU KY tidak pernah berhasil dilakukan. Putusan MK benar-benar menyandera kelembagaan KY, dan terkesan memenangkan arogansi Mahkamah Agung yang anti pengawasan saat itu.
Sedangkan, pada Judicial Review UU KPK, MK saat itu membatalkan keberadaan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, dan bahkan merekomendasikan agar kewenangan penyadapan KPK ditinjau ulang dan diatur kembali. Putusan ini pun dinilai sebagai pintu gerbang kematian KPK dan Pengadilan Tipikor. Meskipun memberikan tenggat waktu 3 tahun, akan tetapi putusan tersebut hampir saja melumpuhkan KPK. Beruntung, akibat desakan publik yang luar biasa, akhirnya DPR menuntaskan UU Nomor 46 tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi beberapa saat sebelum jangka waktu berakhir. Jika saja UU tersebut tidak selesai, maka pemberantasan korupsi akan kembali ke Pengadilan Umum.
Pada tahun 2000 pernah melaksanakan ibadah umroh bersama isteri dari Dana Abadi Umat (DAU). Kasus DAU inilah yang membuat mantan menteri Agama, Said Agil Al-Munawar dijerat Timtastipikor dengan delik korupsi karena penyalahgunaan DAU dan pembayaran haji di tahun 2005/2006. Akan tetapi, dalam makalahnya kepada Pansel KPK, Jimly mengatakan dia tidak sedang menjadi pejabat saat menerima DAU. Namun, jika dicermati, dua tahun sebelumnya (1998-1999), Jimly sebenarnya menduduki jabatan yang sangat strategis, yaitu: Asisten Wakil Presiden RI dan Sekretaris Dewan Penegakan Keamanan dan Sistem Hukum Indonesia di tahun 1998-1999.
IRJEN. POL. (PURN). DRS. CHAERUL RASJID, SH. MH.
Lahir di Lubuk Linggau Sumsel, 17 Januari 1949 (61 tahun). Pendidikan kedinasan yang pernah diikuti adalah Akabri tahun 1972, PTIK tahun 1981, SESPIM tahun 1987, dan SESKO tahun 1994. Selama dinas, Chaerul juga menempuh pendidikan S1 Ilmu Hukum di UI Jakarta (lulus 1994), Pasca Sarjana UNDIP Semarang (lulus 2008) saat ini masih menempuh program Doktoral di UNDIP Semarang. Sedangkan pendidikan formal adalah suami dari Tasniaty ini memiliki 3 orang anak.
Mengawali karirnya sebagai Kasi Sabbhara Polresta Pekanbaru Polda Riau pada tahun 1973, dalam perjalannan karirnya jabatan strategis yang pernah dipegangnya antara lain:Â Wakapolda Kalsel (1998-1999), Kapolda Kalbar (1999-2000), Wakil Gubernur Akpol Semarang(2000-2001), Kapolda Aceh (2001-2002) , Gubernur Akpol Semarang (2002-2003), Waka Babinkam Polri )2003-2004) dan terakhir adalah Kapolda Jawa Tengah (2004-2006).
Dalam Makalahnya ke Pansel KPK, Chaerul menyatakan selama menjabat sebagai Kapolda Jawa Tengah, dari 48 kasus korupsi yang ditangani Polda Jawa Tengah, sebanyak 78 % terselesaikan. Sedangkan sisanya belum selesai karena persoalan izin pemeriksaan. Tercatat pernah mencalonkan sebagai Gubernur Jawa Tengah pada tahun 2008 dan salah satu purnawirawan Jenderal Polisi yang memberikan dukungan terhadap pencalonan Wiranto-Jusuf Kalla sebagai Calon Presiden dan Wakil Presiden pada Pemilihan Umum tahun 2009 lalu.
MELLI DARSA, SH. LLM.
Melli Darsa adalah seorang advokat yang memfokuskan diri pada penanganan masalah hukum kegiatan ekonomi. Lahir di Bogor, 19 September 1966, Melli merupakan putri dari seorang Duta Besar/Wakil Tetap RI di PBB Jenewa, Swiss, era 80an ini sudah menggeluti profesinya selama 20 tahun belakangan ini. Alhasil, firma hukum yang dipimpinnya berhasil meraih beberapa penghargaan prestisius seperti Asia Legal Business Employer of choice 2009 for Indonesia. Dan ia seringkali mewakili perusahaan-perusahaan besar di Indonesia. Melli merupakan Advokat senior dalam Melli Darsa & Co.
Alumnus Harvard Law School, Cambridge, ini memiliki 2 orang anak. Sebagai seorang wanita, ia termotivasi untuk mengabdi dan memupus asumsi masyarakat yang sering beranggapan bahwa yang cocok memimpin KPK hanyalah pria saja. Melli beranggapan KPK dan masa depan Negara Hukum Indonesia sedang di persimpangan jalan. Maka yang diperlukan adalah sosok yang jujur, kompeten, memegang prinsip, bersih, mapan secara finansial dan tanpa kepentingan tertanam tertentu.
MUHAMMAD BUSJRO MUQODDAS, SH. MHUM.
Busjro yang lahir di Yogyakarta, 17 Juli 1952, merupakan sosok yang tumbuh dan besar dalam gerakan Islam Muhammadiyah, sehingga hal itu mewarnai corak aktivitasnya selama ini. Ayahnya merupakan pegawai Departemen Agama dan Ibunya merupakan guru agama Islam di Madrasah Mu’allimat Muhammdiyah, Yogyakarta. Busyro kemudian juga pernah menjadi pangurus Muhammadyah, baik di pimpinan pusat, maupun di tingkat ranting.
Sebelum menduduki jabatannya saat ini, Busjro mengabdi sebagai dosen pada almamaternya. Di lingkungan kampus, ia juga pernah diamatkan menjadi Dekan Fakultas Hukum UII. Selain mengajar, aktivitas lain yang dijalaninya adalah sebagai advokat jalanan (prodeo). Salah satu kasus yang pernah ditanganinya adalah kasus gugatan terhadap Bupati Wonosobo atas nama pedagang pasar tradisional pada tahun 1997.
Busjro termotivasi menjadi pimpinan KPK, untuk mewujudkan “jihad kemanusiaan” yang bertujuan untuk memerdekakan rakyat dan bangsa dari kondisi dan fenomena perilaku kumuh secara etika dan moral. Pengalaman menjadi Ketua Komisi Yudisial sejak 2005 lalu dianggapnya menjadi modal untuk aktif memberantas korupsi. Selain di Komisi Yudisial, Busjro juga masih aktif sebagai Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.
I WAYAN SUDIRTA, SH
I Wayan Sudirta yang lahir di Pidpid, Bali, 20 Desember 1950, & dibesarkan di lingkungan keluarga militer. Sejak kecil hampir seluruhnya mengenyam pendidikan di Pulau Jawa. Gelar S1 Fakultas Hukumnya didapatkan pada tahun 1976 di Universitas Brawijaya, Malang, dan setelah lulus beliau meneruskan karier di bidang hukumnya di LBH Jakarta sejak tahun 1977 di bawah pimpinan Adnan Buyung Nasution. Kariernya di LBH Jakarta hanya berjalan selama 3 tahun.
Selama kariernya di bidang hukum, Wayan juga pernah melakukan pembelaan terhadap masyarakat kecil. Pada tahun 1989, ketika masa orde baru masih berjaya, Wayan pernah melakukan pembelaan terhadap 100 Kepala Keluarga warga Kerandan Desa Culik di Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali, yang terancam dikriminalisasi, dibakar rumahnya dan akhirnya diusir karena membela kesucian tempat pemujaan ibadahnya. Pengalaman lainnya, Wayan, pernah membela pengungsi Timtim eks transmigran Bali pada tahun 1999, dimana sekitar 2000 jiwa pulang ke Bali dari Timtim memisahkan diri dari referendum dan Wayan berhasil memperjuangkan transmigran tersebut untuk mendapatkan tempat tinggal yang layak. Catatan lain seperti pembelaan terhadap petani Pecatu yang berjumlah ratusan kepala keluarga melawan PT. Bali Pecatu Graha milik Tommy Soeharto yang mengambil alih lahan garapannya.
I Wayan Sudirta tidak hanya dikenal sebagai Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia dari daerah pemilihan Bali, ia juga dikenal sebagai Ketua kaukus Anti Korupsi DPD RI. Selain itu Wayan juga menjabat sebagai Ketua Panitia Perancang Undang-undang (PPUU) DPD RI.
DR. BAMBANG WIDJOJANTO, SH.MH.
Advokat yang lahir di Jakarta, 18 Oktober 1950 meraih gelar Doktor pada tahun 2009 di Program Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Padjajaran. Separuh dari karier di bidang hukum dilakukan bekerja bersama masyarakat sipil melalui Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Tercatat tahun 1984 – tahun 2000 Bambang Widjojanto (BW) berkarier di LBH Jakarta, LBH Jayapura (1986-1993), dan Yayasan LBH Indonesia menggantikan Adnan Buyung Nasution menjadi Dewan Pengurus Yayasan LBH Indonesia (1995-2000). Selama periode tahun 2001 sampai saat ini, Bambang yang dikenal dengan singkatan BW ini membangun kelompok masyarakat sipil dengan fokus tertentu dan bekerja di berbagai LSM. Khususnya, bergerak di bidang antikorupsi, reformasi hukum dan pemilihan umum serta good governance. Di antaranya, pendiri lembaga seperti Indonesian Corruption Watch, KontraS, Konsorsium Reformasi Hukum, Lembaga Reformasi Agraria, Lembaga Independen Pemantau Pemantau Mahkamah Agung, Indonesia Monitoring Court; Serta terlibat intensif di Central Electoral Reform (CETRO), Partnership for Governance Reform serta berbagai LSM lainnya.
Pada periode yang sama BW membantu beberapa lembaga Negara maupun non struktural lainnya, seperti Bappenas, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, KPK, Komisi Yudisial, Komisi Nasional Kebijakan Governance, Kejaksaan Agung dan BUMN. Selain berkarier di bidang hukum, BW juga merupakan dosen pengajar di fakultas hukum Universitas Trisakti.
Beberapa aktivitas konkrit yang dilakukan oleh BW selama kariernya di bidang hukum: Kesatu, ketika di LBH Jayapura pernah diancam oleh Asistem Intel Kodam Cendrawasih untuk tidak menggunakan UU Subversi dalam penanganan kasus pidana politik di Papua (1986). Kedua, sewaktu di Yayasan LBH Indonesia melakukan diversifikasi program dan kegiatan pasca lengsernya Presiden Soeharto dengan membetuk lembaga-lembaga seperti ICW, KRHN, LERAI dan Voice of Human Rights suatu lembaga yang melakukan advokasi melalui media online dan radio. Ketiga, Mengajukan gagasan program antikorupsi dengan melibatkan Muhammadiyah dan NU, serta program percepatan pemberantasan korupsi bersama Bappenas dan lembaga lainnya yang sekarang menjadi strategi Nasional Pemberantasan Korupsi. Keempat, melakukan penolakan terhadap klien yang memaksa melakukan upaya penyuapan untuk memenangkan perkara. Selain itu BW dikenal berani karena pernah menyobek Rancangan Komisi Konstitusi produk MPR, atas perbuatan tersebut BW dituduh telah berbuat anarkis.
Dokumentasi Indonesia Corruption Watch 2010
Diolah dari berbagai Sumber