search

Sampul Album Cadas Monumental: MASTER OF PUPPETS

Yang masih diingat oleh Donald P. Brautigam agak samar adalah, suatu hari di pertengahan tahun 1985, Don diminta oleh manajemen Metallica untuk mendesain sampul album Master of Puppets. Tanpa secuilpun sempat mendengarkan "colongan" tembang-tembang dari album yang kini menjadi salah satu jejak monumental thrash metal, Don berangkat mengerjakannya menggunakan medium acrylic, airbrush dan paintbrush. Artis lulusan The School of Visual Arts tahun 1971 ini cuma butuh 3 hari untuk menyelesaikannya (seraya mengerjakan projek komersial lainnya).
Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print

“I wish I could remember more, but I suppose you just stop keeping track after the first few hundred paintings or so!”

Demikian komentar Don Brautigam (almarhum) kepada Revolver saat diminta kilas balik berkisah tentang pembuatan sampul album nan tak lekang oleh waktu: Master of Puppets.

“If you look closely at the bottom corner of the pictures, you can see my initials, D.B., in the grass”

Lanjut mendiang kelahiran New Jersey seolah berusaha meyakinkan bahwa karya bersejarah tersebut—paling tidak di skena musik cadas—memang benar merupakan karyanya (well, matter of fact, saya sudah maksimal membelalakkan mata saya tapi inisial “D.B.” tetap saja tak terdeteksi. Tampaknya saya perlu foto dengan resolusi lebih tinggi agar dapat menangkap singkatan yang disebut pria bernama lengkap Donald P. Brautigam ada di hamparan rumput, di bagian pojok)

Yang masih diingatnya agak samar adalah, suatu hari di pertengahan tahun 1985, Don diminta oleh manajemen Metallica untuk mendesain sampul album untuk album ke-3 James Hetfield & co. Tanpa secuilpun sempat mendengarkan “colongan” tembang-tembang dari album yang kini menjadi salah satu jejak monumental thrash metal, Don berangkat mengerjakannya menggunakan medium acrylic, airbrush dan paintbrush. Artis lulusan The School of Visual Arts tahun 1971 ini cuma butuh 3 hari untuk menyelesaikannya (seraya mengerjakan projek komersial lainnya).

“When you had as many top-end jobs coming in as I did, you’re forced to work at a grueling rate but are still expected to produce nothing but the best artwork”

Tambah Don menegaskan bahwa mengerjakan beberapa orderan secara bersamaan tak akan mempengaruhi hasil akhirnya. Besutan final pasti tetap baik sebab dia telah terbiasa mengeksekusi projek tingkat tinggi yang menuntut resultan di atas rata-rata nan tanpa cela.

Dan resultan di atas rata-rata nan tanpa cela dibuktikan Don lewat ilustrasi fenomenal berupa jajaran batu nisan putih berkaitkan logo Metallica. Dengan setengah yakin Don menyebut bahwa refleksi kematian yang diusung di sampul album pasti ada hubungannya dengan salah satu lagu yang terdapat di dalamnya, Disposable Heroes. Semacam interpretasi definit dari segala masukan yang diberikan oleh tim Metallica.

Artwork asli yang besarnya 17×17 inches ini lalu diserahkan kepada Jon dan Marsha Zazula dari Megaforce, label yang merilis album perdana Metallica, Kill ‘Em All.

Master of Puppets adalah salah satu karya seni yang sangat dibanggakan Don. Hingga dia berujar,

“It leaves a warm feeling in my heart to see artwork that I did over 20 years ago plastered on T-shirts and posters all over the world. I hope it has something to do with the painting and not just the popularity of the band!”

Sampul album legendaris lain bikinin Don Brautigam adalah AC/DC The Razor’s Edge, Mötley Crüe Dr. Feelgood, Anthrax Persistence of Time dan beberapa lagi yang lain.

acdctherazorsedgesmallmotleycruedrfeelgoodsmallanthraxsmall

*Artikel ini saya tayangkan pertama kali di Musikator pada April 2008
*Artwork diambil semuanya dari situs pribadi Don Brautigam

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print
Rudolf Dethu

Rudolf Dethu

Music journalist, writer, radio DJ, socio-political activist, creative industry leader, and a qualified librarian, Rudolf Dethu is heavily under the influence of the punk rock philosophy. Often tagged as this country’s version of Malcolm McLaren—or as Rolling Stone Indonesia put it ‘the grand master of music propaganda’—a name based on his successes when managing Bali’s two favourite bands, Superman Is Dead and Navicula, both who have become two of the nation’s biggest rock bands.
Rudolf Dethu

Rudolf Dethu

Music journalist, writer, radio DJ, socio-political activist, creative industry leader, and a qualified librarian, Rudolf Dethu is heavily under the influence of the punk rock philosophy. Often tagged as this country’s version of Malcolm McLaren—or as Rolling Stone Indonesia put it ‘the grand master of music propaganda’—a name based on his successes when managing Bali’s two favourite bands, Superman Is Dead and Navicula, both who have become two of the nation’s biggest rock bands.

Related

Three Amigos fi
41 years ago this month, Ian "Lemmy" Kilmister, "Fast" Eddie Clarke, and Phil "Philty" Animal, were in the studio to record Iron Fist.
Scroll to Top