search

Seringai: Menolak Tua dan Bangga

Memainkan musik rock oktan tinggi padu padan antara Motorhead, Black Sabbath, dan MC5. Menonjolkan tabiat in-your-face, tanpa tedeng aling-aling. Telah melewati kepala 3 namun, dalam jiwa, usia mereka berhenti di 15. Demikian justifikasi Seringai soal kenapa besutan terbarunya---sebuah film dokumenter---dijuduli Generasi Menolak Tua.
Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print

Seringai-group
Memainkan musik rock oktan tinggi padu padan antara Motörhead, Black Sabbath, dan MC5. Menonjolkan tabiat in-your-face, tanpa tedeng aling-aling. Telah melewati kepala 3 namun, dalam jiwa, usia mereka berhenti di 15. Demikian justifikasi Seringai soal kenapa besutan terbarunya dijuduli Generasi Menolak Tua.

Benar, kongsi cadas yang berdiri pada 2002 ini baru saja secara resmi merilis film dokumenter dalam format DVD bertajuk Generasi Menolak Tua. Di dalam dokumenter tersebut tergambar jelas seperti apa sosok Arian13 (vokal), Ricky Siahaan (gitar), Sammy Bramantyo (bas), Edy “Khemod” Susanto (drum). Spirit menolak tua pula agresif tersimak lewat cuplikan beberapa konser—mulai awal karir hingga yang termutakhir, dari pesta pernikahan teman hingga pentas seni sekolah—yang menampilkan permainan musik yang rapat, bersemangat dan penuh keringat, ditimpali tingkah para penonton yang tak kalah beringas, bergerombol bagaikan serigala (dari situlah Seringai mendapat inspirasi untuk memberi nama penggemar mereka “Serigala”).

Arian, sang vokalis, membeberkan substansinya, “Lewat DVD ini kami ingin menjelaskan visi misi kami. Nggak cuma maen musik dan kelar, tapi ada tujuan bermusik juga. Nah, semua info itu bisa didapat di dokumenter ini.” Mengenai aktivitas di belakang panggung ia menambahkan, “Soal adegan-adegan di backstage, memang itu yang kami lakukan untuk menghibur diri di backstage. Biar nggak bosen nunggu lama.”

“Kami membuat ini sebagai hiburan yang bisa ditonton siapa saja dan moga-moga mereka menikmatinya. Kami juga memikirkan faktor entertainment-nya, makanya ditambahin beberapa selingan lucu, sengaja ada gambar yang kami take baru, karena dirasa bagian-bagian ke belakang makin serius. Jadi ya salah satu tujuannya untuk entertainment, sesuatu yang bisa jadi hiburan,” sambung Sammy yang mendapat tugas menyutradarai dokumenter ini karena waktunya paling fleksibel di antara personel lain.

Dokumenter ini juga dipisahkan menjadi beberapa segmen seperti biografi, lirik, dsb. Dari situ diharapkan timbul efek ganda yaitu: para Serigala jadi makin mengenal band pujaannya, sementara bagi orang yang belum mengenal Seringai akhirnya tawakal bertransformasi menjadi Serigala.

Paling mula diawali dengan album mini High Octane Rock pada 2004, disusul album penuh Serigala Militia pada 2007, lalu di 2010 meluncurkan karya monumental—mungkin inilah film dokumenter band paling pertama di Nusantara—Generasi Menolak Tua. Ini benar-benar sebuah gebrakan menyegarkan sekaligus akan memperkaya perpustakaan musik Nusantara. Jadilah bagian dari sejarah dengan mengkoleksi DVD ini, silakan kontak http://www.facebook.com/Seringai.

Mari menolak tua dan berhenti di 15!
__________________

• Artikel ini pertama kali tayang di majalah The Beat Jakarta edisi April 2010
• Saksikan cuplikan dari DVD Generasi Menolak Tua:

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print
Rudolf Dethu

Rudolf Dethu

Music journalist, writer, radio DJ, socio-political activist, creative industry leader, and a qualified librarian, Rudolf Dethu is heavily under the influence of the punk rock philosophy. Often tagged as this country’s version of Malcolm McLaren—or as Rolling Stone Indonesia put it ‘the grand master of music propaganda’—a name based on his successes when managing Bali’s two favourite bands, Superman Is Dead and Navicula, both who have become two of the nation’s biggest rock bands.
Rudolf Dethu

Rudolf Dethu

Music journalist, writer, radio DJ, socio-political activist, creative industry leader, and a qualified librarian, Rudolf Dethu is heavily under the influence of the punk rock philosophy. Often tagged as this country’s version of Malcolm McLaren—or as Rolling Stone Indonesia put it ‘the grand master of music propaganda’—a name based on his successes when managing Bali’s two favourite bands, Superman Is Dead and Navicula, both who have become two of the nation’s biggest rock bands.

Related

Three Amigos fi
41 years ago this month, Ian "Lemmy" Kilmister, "Fast" Eddie Clarke, and Phil "Philty" Animal, were in the studio to record Iron Fist.
Scroll to Top