Konspirasi Arogansi, Grunge & Lelaki Jantan

Telah lahir grup musik berlimpah bintang yang menyebut diri Konspirasi, dengan menetapkan Grunge sebagai fondasi genre. Digagas pertama kali oleh Edwin Syarif alias Edwin Cokelat (gitar) serta Kirana Hamonangan a.k.a. Marcell Siahaan (drum). Berikutnya masuk Denny Hidayat ditugasi menjaga ritme di departemen bas. Dan, seolah terpanggil memenuhi standar “ramah Seattle Sound”, Candra Johan---lebih dikenal sebagai Che Cupumanik---lalu dipasang sebagai biduan. Entah memang takdir kelompok all stars memang sedemikian rupa, walau relatif miskin gembar-gembor, eksistensi kelompok bentukan Oktober 2008 ini relatif mudah menggaet atensi publik. Namanya jadi salah satu pembicaraan paling hangat di skena musik Indonesia. Kabar paling anyar, mereka sedang berkutat menggarap album perdana. Selain itu, Romy Sophiaan mengambil alih posisi Denny. Silakan simak wawancara berikut ini.
Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print

Telah lahir grup musik berlimpah bintang yang menyebut diri Konspirasi, dengan menetapkan Grunge sebagai fondasi genre. Digagas pertama kali oleh Edwin Syarif alias Edwin Cokelat (gitar) serta Kirana Hamonangan a.k.a. Marcell Siahaan (drum).  Berikutnya masuk Denny Hidayat ditugasi menjaga ritme di departemen bas. Dan, seolah terpanggil memenuhi standar “ramah Seattle Sound”, Candra Johan—lebih dikenal sebagai Che Cupumanik—lalu dipasang sebagai biduan.

Entah memang takdir kelompok all stars memang sedemikian rupa, walau relatif miskin gembar-gembor, eksistensi band bentukan Oktober 2008 ini relatif mudah menggaet atensi publik. Namanya jadi salah satu pembicaraan paling hangat di skena musik Indonesia.

Kabar paling anyar, mereka sedang berkutat menggarap album perdana. Selain itu, Romy Sophiaan mengambil alih posisi Denny. Silakan simak perbincangan yang lebih rinci berikut ini.

1. Mari kita mulai dengan cek silang berita yang masih simpang siur: apa benar Konspirasi berencana merilis album? Jika iya, sudah sejauh mana dan kapan tenggat penerbitan album tersebut? Silakan beberkan juga informasi signifikan lainnya tentang album ini.

Edwin: Sejauh ini Konspirasi sudah selesai take drum 7 lagu. Bulan Juni ini akan menyelesaikan rekaman bas dan gitar. Kemudian vokal. Target rilis yang jelas tahun ini (setelah Lebaran, akhir tahun).

Che: Album Konspirasi nanti adalah album Grunge bikinan Konspirator paling wangi di antara rilisan Grunge kotor Indonesia.

2. Materi dari album perdana akan banyak bicara tentang apa? Kenapa demikian?

Membahas:

Koruptor: Lagu ini membahas prilaku kolektif transparan: “Mencuri” beramai-ramai. Ini bukan lagu protes. Ini lagu ungkapan begitu fun-nya kita mencela mereka yang korup.

Lelaki: Ini lagu pengakuan para individu personil Konspirasi, tentang bagaimana ekspresi kelelakian mereka. Nafsu dan ambisi yang menyala-nyala abadi.

Libidinal: Ini lagu dengan tema estetika sex dan dihiasi jenis penulisan sastra selangkangan. Lagu ini sejenis kisah orkestragasme.

Melawan Rotasi: Lagu asmara yang dibikin ribet-njelimet biar terdengar jantan.

Simfoni Luka: Pengakuan bahwa ekspresi berkesenian kami itu gelap dan murung, liriknya berkisar tentang jangan mengharapkan mendengarkan ekspresi gembira dari kami.

Arogan: lagu ke-Aku-an paling egois. Liriknya perintah dan dikte, dengerin gue, jalankan perintah gue.

I Want It All: Ini lagu egois bagian ke-2. Puas itu singkat dan merasa tidak puas adalah keinginan manusia paling tua dan abadi.

3. Siapa penulis lirik? Bentuk pembagian tugas di Konspirasi seperti apa: siapa mengerjakan apa?

Edwin: Tidak ada pembagian tugas yang khusus di Konspirasi. Sejauh ini pekerjaan masih seputar di urusan lagu dan musik. Sejauh ini gue lebih banyak sebagai song writer, penulis lirik dan produser. Che juga menulis beberapa lirik dan melodi lagu. Aransemen lagu dikerjakan bersama-sama di studio.

4. Konspirasi sepertinya memang diplot sebagai band Grunge. Kenapa Grunge? Plus, bicara marketing, bukankah Grunge itu sudah ketinggalan jaman—otomatis susah dijual? Atau Konspirasi tak peduli dengan urusan gampang/sulit diterima publik?

Edwin: Karena Grunge benar-benar mewakili konsep musik yang menyatukan kami. Kami ber-4 mencintai musik ini. Dan Grunge di Indonesia akan kembali menjadi besar oleh kami. Karena kami membuat musik Grunge yang keras tapi nyaman dan enak untuk didengar. Karena apapun bentuk musik mau itu ketinggalan zaman atau tidak, sejauh lagunya enak, pendengar akan suka. Dan Konspirasi akan dilempar ke publik dengan strategi marketing khusus yang masih dalam tahap pemikiran, bukan hanya sekedar rilis. Oleh karena itu gue yakin Konspirasi akan mudah diterima publik.

Marcell: Karena Grunge yang menyatukan visi kami berempat. Diterima atau tidak, itu selera. Sangat relatif. Biarkan saja mengalir. Yang penting kami sadar bahwa kami membuat lagu-lagu berkualitas dan tidak setengah-setengah.

Che: Gue memilih menjadi seorang anak Grunge dan lalu kenapa Konspirasi itu adalah Grunge jawabannya sama yaitu naluri, bergabung dengan band ini karena alasan yang simple itu, gue cenderung nyaman berserikat dengan orang-orang satu selera. Dan band ini arahnya ke sana, bunyi  naluri individu-individu di dalamnya adalah Grunge.

“Grunge ketinggalan jaman”, opini ini jika dibenturkan dengan musik yang kekinian, itu pendapat benar secara fakta aktual, tetapi opini itu tidak benar secara esensial, karena prinsip bisnis yang masih berlaku di musik adalah: “Trend yang sekarang berkuasa akan menjadi usang, dan musik yang baru, muncul cenderung berasal dari masa lalu”, dan faktanya akar musik diciptakan di jaman usang itu, jadi tak ada masalah dengan opini “ketinggalan jaman” dalam musik, karena artinya bukan ditinggal jaman, berdasarkan prinsip itu, dan dari sudut pandang bisnis , Grunge itu merek yang sama sekali tidak merosot. Semakin dia diasumsikan berasal dari masa lalu, dia malah mewujud menjadi predikat akar musik, dan bukan musik trend.

Opini bahwa “Dari sudut pandang marketing, Grunge sulit di jual”, begini: Album perdana Nirvana punya catatan prestasi penjualan yang kecil saat mereka di Sub Pop Records, atas pertimbangan apa Geffen Records yakin mencaplok Nirvana?, sebenarnya di sana ada kisah sukses marketing, benih-benih keunggulan strategi yang mereka tanam yaitu menetapkan target raksasa, bahwa genre Grunge dengan Nirvana harus menguasai dan menggenggam pasar nasional di Amerika, itu berhasil dan terasa hasil ekonominya.

Prinsip mapan marketing yang paling dipuja-puja kan bagaimana kita mengeksploitasi peluang, tetapi prinsip itu diubah, yang mereka lakukan malah memproduksi peluang dan menciptakan arah trend musik baru, meski ongkos promonya besar. Dan di Indonesia, grup-grup Grunge lokal yang pernah merasakan label besar, sayangnya tidak diperlakukan sama seperti kisah Nirvana, mereka ini tidak mencicipi hambur-hambur promo yang mencakar publik besar, dan label tidak meletakkan keyakinan itu di jantung strategi, padahal promo mempengaruhi permintaan dan perluasan pasar.

Tapi faktor dukungan label besar bukan satu-satunya alasan, Grunge selamanya sulit dijual di Indonesia, karena para penggerak arusnya aktif membangun dan mengembangkan skena Grunge, mereka aktif membuat acara Grunge dan rilisan album Grunge lokal muncul silih berganti. Ini gejala positif yang akan membangun komunitas menuju massa Grunge yang lebih besar, dan akhirnya berdampak pada nilai ekonomi sekaligus eksistensi dan penerimaan publik.

5. Persekutuan figur-figur tenar di Konspirasi memang cukup menjanjikan. Sepertinya akan relatif mudah menggaet atensi publik. Tapi—problematika klasik di grup all stars—pasti tidak gampang meredam ego satu sama lain. Ada kiat khusus menyiasati “hanya boleh ada 1 kapten di sebuah kapal”?

Edwin: Tidak ada yang mudah jaman sekarang, tapi tidak ada yang tidak bisa. Kami masing-masing terbiasa hari per hari dipenuhi banyak pekerjaan, tapi sejauh ini semua berjalan normal. Sejauh manajemen waktu masing-masing bisa berjalan baik, semuanya akan beresss… Fokus dan profesionalisme, that’s the point!

Marcell: Kami membiarkan apapun itu berjalan secara alami. Karena masing-masing sudah memiliki porsinya sendiri-sendiri dan posisi-posisi itu ke semuanya sama-sama vital dan saling mendukung. Perjalanan kami masing-masing di dunia musik mainstream dan non-mainstream sedikit banyak memberikan pengaruh dan pembelajaran bagi kami untuk saling menghormati posisi dan porsi masing-masing, tetap kompromi, namun dengan kesadaran bahwa menerima masukan dan kritikan itu adalah hal yang baik untuk kemajuan. Siapa pun bisa memberikan ide, dan kita akomodir bersama.

6. Sudah dipikirkan belum, seandainya nanti Konspirasi melesat ke puncak, pasti ada yang harus dikorbankan. Sulit mengerjakan dua hal besar dalam waktu bersamaan. Bentuk antisipasinya seperti apa?

Marcell: Salah satunya adalah memiliki manajemen yang aktif dan juga pro aktif memikirkan arah serta tujuan bermusik kami. Jadi, semua pergerakan kami terkontrol dan terkomunikasikan dengan baik. Selain itu dari masing-masing personel pun sudah berkomitmen untuk berkomunikasi dan saling menghormati serta mengerti posisi masing-masing baik sebagai anggota Konspirasi, maupun sebagai pekerja seni di bidangnya masing-masing saat ini.

7. Masing-masing dari anda adalah pelaku aktif di industri musik Indonesia. Menurut anda musik Nusantara sedang berada di tahap apa: mundur, maju, tidak bergerak kemana-mana. Kenapa bisa begitu? Punya solusi?

Edwin: Industri musik indonesia bergerak sangat maju saat ini. Apa pun bisa menjadi duit di industri ini, sejauh jeli dan pintar. Kalau musiknya? …hmm, it’s all about trend. Trend akan silih berganti. Lagi-lagi sejauh kita pintar untuk terus membuat musik yang bagus dengan menyatukan idealisme dan industri trend gak akan jadi masalah, justru jadi tantangan yang menyenangkan.

Che: Yang bilang bahwa musik Indonesia gak maju, mungkin terlalu banyak nonton acara musik di teve.

8. Terakhir, apa pendapat Konspirasi—saya selalu tertarik dengan isu ini—tentang main playback di televisi? Haram? Halal? Makruh? Ghibah?

Edwin: Sangat Halal. Karena playback tidak akan mengganggu kualitas kami. Playback bukan tolok ukur bagus atau tidaknya kemampuan si artis. Justru menjadi tantangan, bagaimana dengan playback tetap bisa memberikan sebuah pertunjukan yang berarti. Hanya orang-orang yang kurang pengetahuan yang bilang playback itu haram.

Marcell: Sah-sah aja. Karena mereka-mereka yang, terpaksa atau tidak, ber-playback dalam event tertentu, tetap akan bertemu dengan saat dimana mereka harus mempertanggungjawabkan karyanya di event yang lain yang tentunya live. Tidak perlu berlebihan dengan mengatakan ‘lebih baik bubar daripada playback.’ Lebay.

Che: Playback itu kenyataan hidup, hidup gue parade kamuflase/pura-pura, gue nerima opini, yang bilang playback itu penipuan, karena hidup sih tipu daya, nonton teve itu kan menyaksikan realitas kedua, itu tipuan yang akrab kita saksikan. Ayo bermain playback dengan senang hati.

Silakan kunjungi dan dengarkan lagu mereka di http://www.myspace.com/teorikonspirasi

*Artikel ini pertama kali tayang di majalah The Beat Jakarta edisi Juni 2010
*Foto adalah milik Suryo Wibowo

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print
Picture of Rudolf Dethu

Rudolf Dethu

Music journalist, writer, radio DJ, socio-political activist, creative industry leader, and a qualified librarian, Rudolf Dethu is heavily under the influence of the punk rock philosophy. Often tagged as this country’s version of Malcolm McLaren—or as Rolling Stone Indonesia put it ‘the grand master of music propaganda’—a name based on his successes when managing Bali’s two favourite bands, Superman Is Dead and Navicula, both who have become two of the nation’s biggest rock bands.
Picture of Rudolf Dethu

Rudolf Dethu

Music journalist, writer, radio DJ, socio-political activist, creative industry leader, and a qualified librarian, Rudolf Dethu is heavily under the influence of the punk rock philosophy. Often tagged as this country’s version of Malcolm McLaren—or as Rolling Stone Indonesia put it ‘the grand master of music propaganda’—a name based on his successes when managing Bali’s two favourite bands, Superman Is Dead and Navicula, both who have become two of the nation’s biggest rock bands.

Related

Scroll to Top