search

Navicula Membuat Manning Bar Bergetar dan Memar

Sydney sungguh beruntung. Sungguh beruntung mendapat kesempatan disambangi oleh satu dari sedikit grup musik (cadas) terbaik yang dimiliki Indonesia saat ini: Navicula.
Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print
Navicula-ManningBar01

Sydney sungguh beruntung. Sungguh beruntung mendapat kesempatan disambangi oleh satu dari sedikit grup musik (cadas) terbaik yang dimiliki Indonesia saat ini: Navicula.

Hari keberuntungan tersebut terlaksana pada paruh kedua bulan Januari 2013, tepatnya 10 Januari, kuartet muda-dewasa asal Bali ini, menggebrak—literally—Manning Bar, Sydney Uni. Kedatangan mereka, Robi (biduan, gitar pengiring), Dankie (gitar utama), Indra Made (bas, vokal latar), dan Bull (drum), selain menjadi bagian dari Sydney Festival juga merupakan lanjutan dari rangkaian tur lintas benua mereka yang disponsori oleh RØDE Mic.

Memang, sebelum tampil di Sydney kolektif dari Pulau Dewata ini oleh RØDE diterbangkan ke Amerika Serikat untuk rekaman selama 3 hari di studio legendaris Record Plant di Hollywood dimana Jimi Hendrix, The Doors, Eagles, Rod Stewart, Fleetwood Mac, serta lusinan nama tenar lainnya, adalah langganan tetapnya. Selain diberikan kesempatan rekaman gratis, sebagai hadiah menjadi pemenang utama kompetisi musik yang RØDE adakan sebelumnya—diikuti oleh ratusan peserta dari puluhan negara, mereka juga dibikinkan film dokumenter yang khusus meliput aktivitas mereka selama proses rekaman. Berlanjut kemudian, secara swadaya, dengan rentetan konser di beberapa kota di wilayah California selama sekitar 2 pekan.

http://www.youtube.com/watch?v=xAU5EUZ_YfQ
• Film dokumenter bikinan RØDE tentang kiprah Navicula pra/ketika/pasca rekaman di Hollywood

Belum sepenuhnya melepas penat, baru beristirahat beberapa hari, Robi dkk harus sudah melanjutkan perjalanan ke Benua Kangguru. Namun kelelahan tanpa ampun tersebut sama sekali tak tergambar ketika band bentukan 1996 ini beraksi di atas panggung Manning Bar. Dibuka dengan premiere film dokumenter kala mereka rekaman di Hollywood, Navicula kemudian masuk mengambil alih panggung, basa-basi sedikit memperkenalkan diri serta berucap terima kasih kepada sponsor, langsung saja mereka menghajar Manning Bar berturut-turut dengan beberapa tembang andalannya macam “Everyone Goes to Heaven”, “Harimau! Harimau!”, “Orang Utan”, “Kali Mati”. Audiens yang didominasi oleh kaum kulit putih ini awalnya bengong diberondong dengan lagu-lagu yang walau hampir nihil mereka kenal—sebagian dalam Bahasa Indonesia pula!—namun karena relatif mudah dicerna, cadas tapi tetap melodius, didukung oleh kemampuan bermusik nan bernas, plus mutu tata suara yang berisik-asyik menggedor jantung; akhirnya berubah berdecak kagum, berlanjut manggut-manggut, lalu menggoyangkan badan dengan girang, bersenandung menyahut, biar sembarangan yang penting ikut ribut.

Navicula-ManningBar02
Navicula-ManningBar03

Diselingi dengan sesekali menerangkan tentang apa yang dikisahkan oleh lagu-lagu yang dibawakannya lewat Bahasa Inggris yang lumayan fasih, Navicula mumpuni jumpalitan menguasai panggung sepanjang pertunjukan. Bukan cuma tembang-tembang andalan seperti “Aku Bukan Mesin” dan “Metropolutan” yang mereka bawakan tapi juga lagu dari album yang rencananya akan dirilis pada 2013 sempat juga mereka geber. Aksi sedemikian atraktif lagi bertenaga itu direspons dengan sama bersemangatnya oleh penonton mulai dari depan sampai belakang. Sambutan hadirin tak berhenti cuma dengan mengangkat tangan ke atas, bergoyang dan berteriak-berdendang, mereka bahkan meminta Navicula untuk encore hingga 3 kali.

Pertunjukan penuh peluh dan tawa riang ria itu akhirnya disudahi dengan cover dari Nirvana, “All Apologies”. Publik yang tadinya asal-menyahut-yang-penting-girang-ikut-ribut, sontak kesetanan serempak menyanyi, “…in the sun, in the sun, I feel as one…”

Sydney sungguh beruntung.

SIMAK JUGA
Grunge Diaspora in California: Navicula US Tour
Navicula – Salto: Passion is the Religion
Navicula ~ Alkemis

_________________

• Artikel yang saya tulis ini pertama kali tayang di majalah Indomedia Australia edisi Januari 2013
• Seluruh foto adalah milik Irwan Utama (Indomedia Australia)

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print
Rudolf Dethu

Rudolf Dethu

Music journalist, writer, radio DJ, socio-political activist, creative industry leader, and a qualified librarian, Rudolf Dethu is heavily under the influence of the punk rock philosophy. Often tagged as this country’s version of Malcolm McLaren—or as Rolling Stone Indonesia put it ‘the grand master of music propaganda’—a name based on his successes when managing Bali’s two favourite bands, Superman Is Dead and Navicula, both who have become two of the nation’s biggest rock bands.
Rudolf Dethu

Rudolf Dethu

Music journalist, writer, radio DJ, socio-political activist, creative industry leader, and a qualified librarian, Rudolf Dethu is heavily under the influence of the punk rock philosophy. Often tagged as this country’s version of Malcolm McLaren—or as Rolling Stone Indonesia put it ‘the grand master of music propaganda’—a name based on his successes when managing Bali’s two favourite bands, Superman Is Dead and Navicula, both who have become two of the nation’s biggest rock bands.

Related

Scroll to Top