Pompadour d’Amour

Jika belakangan ini anda berkunjung ke Bali anda pasti akan cukup sering berpapasan dengan anak muda yang menyisir klimis rambutnya, pekat mengingatkan pada gaya rambut Elvis Presley atau para personel Stray Cats, atau konseptor Social Distortion, Mike Ness. Tahukah anda bahwa gaya rambut---yang juga sempat dipakai sebagai identitas khas oleh The Changcuters---itu memiliki sebutan spesifik bertajuk Pompadour?
Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print

Jika belakangan ini anda berkunjung ke Bali anda pasti akan cukup sering berpapasan dengan anak muda yang menyisir klimis rambutnya, pekat mengingatkan pada gaya rambut Elvis Presley atau para personel Stray Cats, atau konseptor Social Distortion, Mike Ness. Tahukah anda bahwa gaya rambut—yang juga sempat dipakai sebagai identitas khas oleh The Changcuters—itu memiliki sebutan spesifik bertajuk Pompadour?

msktrelvisfinal
Sebutan berbau borjuis itu memang berasal dari Perancis, tepatnya diambil dari wanita penari merangkap penyanyi terhormat bernama Madame de Pompadour. Trend rambut ini sendiri mulai populer di tahun 50-an. Biduan seperti Elvis Presley, Jerry Lee Lewis, Johnny Cash, Buddy Holly, Little Richard serta aktor macam Marlon Brando dan James Dean adalah figur-figur distingtif penganut model rambut yang sering disebut juga sebagai pomp ini.
msktrcheatingatsolitairefinalmsktrjohnnycash
Konsep penataan rambutnya sendiri adalah dengan menyisir rambut bagian pinggir dan depan penuh ke belakang menggunakan pomade/minyak rambut, lalu bagian depan agak ditarik kembali ke depan agar terbentuk jambul yang menjulang. Untuk rambut ikal, bagian depan rambut ditarik sedikit agar muncul aksen keriwil. Sebagian orang menerapkan gaya ini pada rambut yang lebih pendek yaitu model Flattop dipadukan dengan pomp yang menghasilkan apa yang dikenal dengan Quiff. Kontingen seniman yang menjadikan Quiff sebagai identitas lugasnya bisa disebut di antaranya: Morrissey, Joe Strummer (The Clash), Martin Fry (ABC), John Travolta—berakting sebagai Danny Zuko—di film Grease (dude, you haven’t seen this movie? If you are into Rockabilly and “greasers” this one is a must!), dsb.

Morrissey - group
Morrissey (paling kanan) bersama band pengiringnya

Sementara itu di jazirah Psychobilly gaya rambut ini diimprovisasikan lebih radikal, dengan fondasi Punk Rock yang kuat yaitu gaya Mohawk ditabrakkan dengan Quiff yang melahirkan Psychobilly Wedge a.k.a. Vamp Ramp. Dan kolektif The Sharks pernah bersenandung soal ini dalam lagunya Take a Razor to Your Head—yang notabene juga sebagai respons terhadap pergerakan subkultur Teddy Boy

“When your Mom says you look really nice
When you’re dressed up like a Ted
It’s time to follow this cat’s advice
Take a razor to your head”

Kim Nekroman
Kim Nekroman (Nekromantix) dengan gaya rambut Vamp Ramp

Untuk menghasilkan pomp yang kuat, tahan lama, bahkan “kedap Tsunami” (yay!), minyak rambut yang sering dipakai biasanya keluaran Brylcreem, Black & White Pluke, Murrays, atau Layrite.
murrays

Dalam perkembangannya, selain artis-artis Rockabilly beserta subgenrenya, para penyuka Tango Argentina, penggemar mobil antik, pengendara motor besar (greasers), hot rodders, sub kultur Mexican-American (utamanya Cholo) pula Italian-American (utamanya kumpulan Guido di sekitar Bronx, Brooklyn, Queens, New Jersey, Baltimore, dan Boston), hingga sebagian dari anggota gang Yakuza di Jepang intens mengadopsi gaya rambut ini…
msktrrebelwithoutacause2msktrgrease_ver2
__________________

• Artikel ini sudah sedikit direvisi, pertama kali saya tayangkan di Musikator serta telah mendapat beberapa komentar
• Petunjuk lebih detail untuk hasil terbaik Pompadour silakan tonton ini:

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print
Picture of Rudolf Dethu

Rudolf Dethu

Music journalist, writer, radio DJ, socio-political activist, creative industry leader, and a qualified librarian, Rudolf Dethu is heavily under the influence of the punk rock philosophy. Often tagged as this country’s version of Malcolm McLaren—or as Rolling Stone Indonesia put it ‘the grand master of music propaganda’—a name based on his successes when managing Bali’s two favourite bands, Superman Is Dead and Navicula, both who have become two of the nation’s biggest rock bands.
Picture of Rudolf Dethu

Rudolf Dethu

Music journalist, writer, radio DJ, socio-political activist, creative industry leader, and a qualified librarian, Rudolf Dethu is heavily under the influence of the punk rock philosophy. Often tagged as this country’s version of Malcolm McLaren—or as Rolling Stone Indonesia put it ‘the grand master of music propaganda’—a name based on his successes when managing Bali’s two favourite bands, Superman Is Dead and Navicula, both who have become two of the nation’s biggest rock bands.

Related

Scroll to Top