Setelah cabut dari Deep Purple, David Coverdale segera saja membentuk Whitesnake lalu berturut-turut merilis Snakebite serta Trouble di tahun yang sama, 1978. Namun dalam konteks sensasi—sanggup membelalakkan mata publik, to be precise—adalah karya mereka yang terbit pada 1979, Lovehunter.
Chris Achilleos, sang kreator, pertama kali dikontak oleh manajemen Whitesnake. Pria kelahiran Cyprus yang bahkan tak kenal siapa Whitesnake menyanggupi saja. Dia cuma berpikir bahwa ini pasti sebuah projek yang menjanjikan.
“…I got a call from Whitesnake’s management, saying that they wanted me to go and see them. I didn’t know anything about Whitesnake, but I thought it would be a good project…”
Pelukis dan ilustrator ini diperlihatkan logo Whitesnake serta diminta menggambar cewek semlohai dengan ular putih raksasa. Chris spontan mengiyakan.
“They showed me the logo and said they wanted a sexy girl with a giant white snake! Yeah, I can do that all right!”
Dalam waktu singkat Chris menyelesaikan tugasnya. Saat diperlihatkan pada para personel band, gampang diduga, David & rekan instan girang akan hasil kerja Chris. Cuman ada satu protes yang muncul: kok ularnya tidak berwarna putih?
“They were happy with it, except they said that the snake wasn’t white!”
Chris berkilah paling tidak sudah “nyerempet” putihlah. Lagipula, tampilannya sudah masuk kategori gahar.
“Well, it’s white-ish. I didn’t want to paint a white tube. It wouldn’t look so exciting. It’s a fantasy snake. It’s got horns and all sorts of other shits, and that’s what makes it unique…”
Argumen diterima. Beres. Lovehunter langsung dilempar ke pasar. Wih, tanpa disangka hasil kreasi Chris ini di kemudian hari mengundang kontroversi. Utamanya oleh para feminis. Artwork-nya dianggap sexist. Selain itu ketika orang membelinya kerap harus dibungkus tas kertas coklat dulu, mungkin maksudnya untuk meminimalkan reaksi miring dari publik.
Chris sendiri menolak dituduh bersikap sexist. Dia agak ngeles seraya bilang bahwa itu semua semata dalam konteks fantasi. Juga, di sisi lain, masih kata Chris, toh apa yang dibuatnya itu semacam bentuk penghargaan pada keindahan tubuh wanita.
“One reporter said that it was sexist, but it’s not, is it? I think it compliments the female form. I was always mixing up images of girls with reptilian stuff. This was another fantasy piece. It’s the arse that does it, isn’t it? It’s a very sexy arse…”
Karya adiluhung Chris lainnya adalah poster dari film legendaris—dalam konteks metalheads, mind you—, Heavy Metal. I bet you’re pretty familiar with this one below…
*Artikel ini pertama kali saya tayangkan di Musikator pada Juni 2009