search

/rif: Tujuh, Cadas, & Ramah Pasar Gelap

/rif (Rhythm in Freedom) adalah salah satu grup musik cadas lokal yang masih kekal bertahan hingga hari ini. Koalisi musisi asal Bandung ini telah 18 tahun mengarungi derasnya arus blantika berkesenian Indonesia. Mengejutkan publik muda dan tua pertama kali lewat album debut via Sony Music Indonesia, Radja, dengan single bertitel sama pada 1997, hingga karya yang ke-6, Pil Malu, pada 2006. Belakangan, di tahun 2010 ini, santer tersiar kabar Andy (vokal), Jikun (gitar), Ovy (bas), serta Maggi (drum), sedang masif menghabiskan waktunya di studio dalam rangka menyelesaikan album terbarunya. Mari kita cari tahu kebenarannya.
Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print

/rif (Rhythm in Freedom) adalah salah satu grup musik cadas lokal yang masih kekal bertahan hingga hari ini. Koalisi musisi asal Bandung ini telah 18 tahun mengarungi derasnya arus blantika berkesenian Indonesia. Mengejutkan publik muda dan tua pertama kali lewat album debut via Sony Music Indonesia, Radja, dengan single bertitel sama pada 1997, hingga karya yang ke-6, Pil Malu, pada 2006.

Belakangan, di tahun 2010 ini, santer tersiar kabar Andy (vokal), Jikun (gitar), Ovy (gitar), serta Maggi (drum), sedang masif menghabiskan waktunya di studio dalam rangka menyelesaikan album terbarunya. Mari kita cari tahu kebenarannya.

1. Yang paling mula, mari verifikasi dulu: /rif kabarnya sedang sibuk berkutat di studio menggarap album baru? Bisa diceritakan sedikit, judul albumnya apa, jumlah lagu berapa, dikerjakan di studio mana?
Iya, memang benar sekarang ini kami sedang sibuk mempersiapkan album terbaru. Ini adalah sebuah perjalanan cukup panjang, di mana setelah kurang lebih 4 tahun kami membuat lagu-lagu baru, merekamnya di studio, memberikannya kepada pihak label, ditolak, lalu harus mencoba membuat lagu-lagu baru lagi, begitu seterusnya sampai akhirnya saat ini pengerjaan album sudah memasuki tahap mastering.
Judul album ini adalah 7. Pasti akan ada cukup banyak orang yang bermain dengan persepsi & logikanya masing-masing begitu mendengar judul album ini. Yang jelas album ini adalah album /rif ke-7, di dalamnya berisi 7 lagu baru ditambah satu lagu lama yang didaur ulang sebagai bonus track.
Untuk proses recording kami banyak menghabiskan waktu di studio Pendulum. Sebelumnya juga sempat ada sesi recording di studio milik Baron.

2. Apa masih loyal di jalur cadas, atau lanjut dengan konsep agak eksperimental, atau malah merangkul selera pasar—mengedepankan tema cinta, mendayu-dayu khas Melayu?
Akhirnya kami memang harus merangkul selera pasar. Tapi pasar ini bukanlah sebuah pasar pagi, pasar induk ataupun pasar-pasar lainnya yang hanya menjual “kebodohan” sejenis. Ini adalah “pasar gelap”. Tempat di mana musik kami bisa diterima, dihargai, bahkan dibeli.
Berbicara mengenai konsep atau karakter, ini adalah sebuah album Rock. Kami jamin itu. Selama 18 tahun usia /rif , kami memang tidak mungkin hanya membuat musik yang sama, pasti ada beberapa eksperimen yang kami lakukan, karena kami tidak ingin jalan di tempat. Apapun eksperimen yang kami lakukan, kami adalah musisi Rock, jadi sudah bisa dipastikan bahwa Rock tetap akan selalu menjadi fondasi dari semua itu.
Proses pembuatan album ini sangat mengingatkan kami pada masa-masa awal menjadi anak band. Semua personel masuk studio, berdiskusi, bertengkar, bertahan, lalu bersatu kembali. Ide-ide dikomunikasikan di dalam studio. Semuanya bersuara, bahkan berteriak. Ada chemistry yang luar biasa pada pengerjaan album ini.

3. Jika mengikuti pakem umum, /rif bisa dibilang “tidak produktif” sebab jarak antara satu album dengan album lainnya selalu jedanya cukup/sangat lebar. Semisal, Pil Malu, terbit 2006, dan yang akan datang baru dijadwalkan rilis 2010, tenggang waktunya hingga 4 tahun. Apa ini tak berdampak pada jumlah penggemar—jadi menurun karena lelah menunggu? Ada kiat khusus menangkal ini?
Secara psikologis memang ada 2 kemungkinan, mereka lelah atau mereka semakin penasaran dan album terbaru /rif semakin ditunggu.
Komunikasi dengan fans berjalan cukup baik, selalu ada kesempatan untuk berkomunikasi dengan mereka. Fans club /rif  tersebar di banyak kota di Indonesia, masing-masing kota tersebut ada koordinatornya. Melalui sang koordinator inilah kami menginformasikan apapun yang sedang kami kerjakan.
Khusus untuk album 7 ini kami melakukan sistem pre order album yang dibatasi hanya untuk 2000 orang pemesan pertama.  Setelah album rilis, kami mempunyai kesepakatan dengan pihak label bahwa album ini tidak akan ada di pasaran selama 1 bulan, jadi dalam kurun waktu itu kami hanya melayani penjualan album melalui sistem pre order.

4. Bagaimana dengan label /rif—masih dengan Sony Music kan?—seperti apa reaksi mereka dengan lambatnya mesin produksi album /rif? Oh, kontrak dengan Sony hingga berapa album—dan akan berlanjut atau berhenti sampai beres kontrak?
Kami masih bersama Sony Music hingga saat ini. Kontrak kami sendiri masih sampai album ke-8. Akan selalu ada tahapan evaluasi mengenai kerjasama ini. Semoga kami bisa selalu berjalan bersama & kerjasama yang dijalani bisa saling menguntungkan.
Bisa dikatakan bahwa Sony Music & /rif besar bersama di negara ini. Album pertama /rif membuat Sony Music menjadi semakin terdengar di Indonesia dan /rif pun bisa didengar juga karena Sony Music.
Banyak faktor memang yang membuat lambatnya mesin produksi album ini. Kalau kita mau berempati sebagai pihak label, pasti trend musik & segala fenomena yang mengikutinya akan menjadi pertimbangan penting dalam proses pengambilan keputusan. Mungkin itu yang membuat ini semua menjadi begitu lambat.
Kami adalah pihak yang paling bereaksi sebenarnya atas kelambatan ini. Panjang sekali proses benegosiasi untuk sebuah percepatan, sampai akhirnya sekarang album itu sampai ada di titik ini, masteringduplicating – rilis. Semoga…

5. Masing-masing personel /rif boleh bebas mengerjakan album solo? Apa tak mempengaruhi soliditas kelompok?
Kreativitas masing-masing personel tidak selalu sesuai dengan karakter band ini. Setiap kami juga punya “halusinasi seni” yang berbeda-beda pastinya.
Jika tidak ada benang merah dari semua ide itu buat apa dipaksakan untuk tetap menjadi materi /rif. Akan lebih positif jika semua ide yang tidak cocok itu disalurkan melalui side project.
Kami percaya bahwa dengan adanya side project ini justru membuat para musisi bisa berkreativitas secara proporsional dan efektif terhadap band-nya maupun side project-nya.
/rif itu sudah seperti rumah buat para personelnya. Seenak apapun hotel-hotel yang kami kunjungi, kami pasti akan selalu kembali ke rumah. Seperti cerita kecil yang ada di awal video klip Home Sweet Home Motley Crue, kurang lebih seperti itulah gambaran kami sebagai /rif dan kami sebagai pribadi. Saat “rumah” memanggil pulang semuanya pasti akan segera pulang dan kembali bersama.
Ada darah yang sama mengalir dalam tubuh setiap personel /rif. Kami akan selalu baik-baik saja.

6. Mari bicara lebih lebar, menurut /rif musik Indonesia sekarang sedang menunjukkan grafik membaik, memburuk, stagnan atau… silakan beri pendapat, kritik dan/atau saran.
Dulu album bisa terjual ribuan kopi dengan mudahnya. Tapi dulu tidak ada musisi yang bisa membeli mobil karena RBT. Fenomena industri musik selalu mempunyai variabel-variabel unik yang menyertai.
Saat ini tanpa bantuan sebuah label besar sudah ada band/musisi yang bisa menjual lebih dari 10.000 kopi. Satu hal yang pasti sulit dilakukan oleh musisi-musisi jaman dulu.
Memang akan banyak sudut pandang menarik yang perlu dikaji lebih jauh untuk menjawab pertanyaan ini. Yang jelas, buat kami musik Indonesia sudah jauh berkembang. Ada sisi yang sedang menunjukkan kemajuan. Ada juga sisi lain dari perkembangan musik Indonesia yang justru menunjukkan kekacauan.
Tapi memang musik Rock negeri ini sedang tidak berada di permukaan, kami sadar itu. Kami adalah salah satu pihak yang akan bertanggungjawab memperbaikinya.
Saat ini jika seorang tergabung dalam sebuah band, ada kesan bahwa mereka menjadi musisi Rock. Padahal tidak seperti itu. Dalam konteks ini musik Indonesia mengalami kemunduran.
Saran kami, menjadi berani itu penting. Sikap berani yang diikuti oleh rasa tanggungjawab tentunya. Berkaryalah seideal mungkin jangan mudah menyerah apalagi takut dengan hantu kelaparan. Mari membuat musik yang berani & berkualitas, apapun genre yang kita plih. Saatnya mengatur industri, bukan diatur.

7. /rif setuju tampil di televisi dengan konsep playback? Sebutkan alasannya.
Setiap musisi sejati pasti kurang tertarik dengan konsep playback ini. Kami jauh lebih senang bermain sungguhan.
Meskipun memang ada beberapa situasi & pengkondisian yang menyebabkan konsep playback ini menjadi tidak terhindarkan, khususnya di acara-acara televisi yang menginginkan rating tinggi dengan biaya produksi rendah.
Kami tidak akan menolak konsep itu selama jelas tujuan dan kondisinya. Kami juga tidak kuatir akan pendapat orang jika suatu saat /rif harus bermain playback. Tapi yang kami kuatirkan adalah musisi-musisi asal-asalan yang sesungguhnya tidak bisa bermain musik dengan baik & benar tapi bisa terlihat mengesankan karena konsep ini. Lalu akan ada banyak orang mengidolakan mereka. Ini masalah serius…

*Wawancara ini pertama kali tayang di majalah The Beat Jakarta edisi Mei 2010

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print
Rudolf Dethu

Rudolf Dethu

Music journalist, writer, radio DJ, socio-political activist, creative industry leader, and a qualified librarian, Rudolf Dethu is heavily under the influence of the punk rock philosophy. Often tagged as this country’s version of Malcolm McLaren—or as Rolling Stone Indonesia put it ‘the grand master of music propaganda’—a name based on his successes when managing Bali’s two favourite bands, Superman Is Dead and Navicula, both who have become two of the nation’s biggest rock bands.
Rudolf Dethu

Rudolf Dethu

Music journalist, writer, radio DJ, socio-political activist, creative industry leader, and a qualified librarian, Rudolf Dethu is heavily under the influence of the punk rock philosophy. Often tagged as this country’s version of Malcolm McLaren—or as Rolling Stone Indonesia put it ‘the grand master of music propaganda’—a name based on his successes when managing Bali’s two favourite bands, Superman Is Dead and Navicula, both who have become two of the nation’s biggest rock bands.

Related

Scroll to Top