Diskusi + Musik Quo Vadis Bhinneka Tunggal Ika?

Semboyan adiluhung Indonesia, fondasi pergerakan forum MBB – Muda Berbuat Bertanggung jawab, Bhinneka Tunggal Ika
Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print
Layout-MBB-Oct7rdweb

Diskusi dan Musik
QUO VADIS BHINNEKA TUNGGAL IKA? Intoleransi dan Diskriminasi yang Perlahan Merobek Nusantara

Bhinneka Tunggal Ika Sedang Dinista
Semboyan adiluhung Indonesia, fondasi pergerakan forum MBB – Muda Berbuat Bertanggung jawab, Bhinneka Tunggal Ika, yang mestinya dijunjung tinggi dan menjadi acuan dalam kehidupan bernegara serta bermasyarakat, semakin hari tampaknya semakin menjadi simbol kosong belaka. Sebagian khalayak—walau jumlahnya kecil namun amat vokal dan agresif—tampaknya ingin melenyapkan Bhinneka Tunggal Ika, secara tak langsung lewat aksi-aksi pembungkaman keberagaman, hendak membawa Nusantara menjadi negara monokultur. Bukan cuma lewat hasutan-hasutan, cara kekerasan pun dihalalkan.

Sehubungan dengan isu korupsi (MBB di acara ini melibatkan KPK sebagai salah satu nara sumber), pada dasarnya pencegahan korupsi itu adalah penanaman nilai-nilai integritas terutama untuk generasi muda Indonesia. Kenapa generasi muda? Karena merekalah sang penerus bangsa, yang diberikan tongkat estafet untuk membawa negeri ini ke arah yang lebih baik, bersih dan bermartabat.

Kebinekaan dan keberagaman juga masuk ke dalam penanaman nilai-nilai integritas itu karena kebinekaan adalah cermin dari kepedulian terhadap sesama bangsa Indonesia, dengan kata lain prilaku koruptif juga salah satu unsur yang merusak kebinekaan Indonesia.

Oleh karena itu, pencegahan korupsi juga bisa dilakukan dengan menyadarkan kembali generasi muda Indonesia dengan cara menyebarluaskan prinsip-prinsip kebinekaan sebagai cara untuk menumbuhkan sikap toleransi karena koruptor adalah orang yang sangat tidak toleran dan mengancam kebinekaan Indonesia.

Artinya niat monokultur adalah juga prilaku koruptif. Kehendak merobek kebinekaan Nusantara merupakan tindakan lancung korupsi.

Nah, dari diskusi QUO VADIS BHINNEKA TUNGGAL IKA? ini diharapkan dapat diperoleh gambaran umum soal penghargaan pada Bhinneka Tunggal Ika pada khususnya, toleransi pada keberagaman pada umumnya, terutama di kalangan anak muda sebagai penerus bangsa. Apakah benar merosot. Pula, bagaimana mereka melihat Islam Nusantara, tentang Bandung yang mencitrakan diri religius—menerapkan jam malam, berambisi menjadi “kota halal”, pengetatan luar biasa terhadap minuman beralkohol—namun faktanya malah menjadi kota terkorup menurut Indeks Korupsi 2015 setelah disurvei oleh Transparency International, dan rupa-rupa tindakan intoleransi dan diskriminasi yang sepertinya makin marak di Indonesia. Pantaskah kita sebegitu khawatir?

Detail penyelenggaraan
Hari & Tanggal : Jumat, 9 Oktober 2015
Waktu: 18.00-22.00 WIB
Tempat: Rooftop Salihara
Narasumber: Bambang Widjojanto (KPK), Isyana Bagoes Oka (politikus), Cholil Mahmud (Efek Rumah Kaca), Savic Ali (NU).
Moderator: Arman Dhani
Konseptor: Rudolf Dethu
Hiburan: Leonardo and His Impeccable Six

Bambang Widjojanto. | Foto: kompas.com
Bambang Widjojanto. | Foto: kompas.com
Isyana Bagoes Oka. | Foto: merdeka.com
Isyana Bagoes Oka. | Foto: merdeka.com
Cholil Mahmud. | Foto: efekrumahkaca.net
Cholil Mahmud. | Foto: efekrumahkaca.net
Savic Ali. | Foto: journoliberta.com
Savic Ali. | Foto: journoliberta.com

Jadwal
18:00-18.30 Registrasi media dan undangan
18:30-20.00 Diskusi QUO VADIS BHINNEKA TUNGGAL IKA? Intoleransi dan Diskriminasi yang Perlahan Merobek Nusantara
20:00-selesai Hiburan musik oleh Leonardo and His Impeccable Six

Ikuti terus berita-berita terbaru Forum MBB di situs web forummbb.org serta Facebook page Forum MBB

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print
Picture of Rudolf Dethu

Rudolf Dethu

Music journalist, writer, radio DJ, socio-political activist, creative industry leader, and a qualified librarian, Rudolf Dethu is heavily under the influence of the punk rock philosophy. Often tagged as this country’s version of Malcolm McLaren—or as Rolling Stone Indonesia put it ‘the grand master of music propaganda’—a name based on his successes when managing Bali’s two favourite bands, Superman Is Dead and Navicula, both who have become two of the nation’s biggest rock bands.
Picture of Rudolf Dethu

Rudolf Dethu

Music journalist, writer, radio DJ, socio-political activist, creative industry leader, and a qualified librarian, Rudolf Dethu is heavily under the influence of the punk rock philosophy. Often tagged as this country’s version of Malcolm McLaren—or as Rolling Stone Indonesia put it ‘the grand master of music propaganda’—a name based on his successes when managing Bali’s two favourite bands, Superman Is Dead and Navicula, both who have become two of the nation’s biggest rock bands.

Related

TBFU SG - Blog cover
The 2nd edition of TBFU, SUICIDE GLAM, depicts the narrative of a clothing line that has shook up not only the fashion scene, but also pop culture in general.
Scroll to Top