Superman Is Dead barangkali telah pantas digelari sebagai legenda hidup.
20 tahun sudah Bobby Kool, Jon Eka Rock, JRX, berkiprah di blantika musik Indonesia. Memulai karir profesional dengan ditonton hanya tiga orang (termasuk manajernya) hingga kini memiliki jutaan penggemar militan. Belakangan, trio asal Bali ini meraih hormat menjulang karena berada di garis depanâbukan sekadar simpatisanâdalam membela alam Bali, menolak keras rencana reklamasi Teluk Benoa.
Semua pencapaian dan kisah perjalanan yang mengesankan tersebut nyatanya belum terpublikasikan dengan baik, runut, apalagi komperehensif. Hanya sebagian termunculkan, terutama momen-momen beberapa tahun terakhir. Masih berjubel kisah yang tercecer. Kejadian-kejadian menarik di masa silam pun hampir lapuk terkubur menjadi misteri.
Rudolf Dethu kemudian berinisiatif mengungkap cerita-cerita mengenai tiga pria asal Bali yang penuh dikabuti mitos tersebut. Dethu bisa jadi adalah sosok paling pas untuk menuliskan serta mengisahkannya. Sekitar 7 tahun ia memanajeri Superman Is Dead. Sejak trio punk rocker itu masih menjadi pegiat kancah bawah tanah sampai bergabung dengan label rekaman raksasa. Dari sekadar pahlawan daerah hingga diakui sebagai band nasional dengan jumlah umat berlimpah.
Dethu mengajak para mantan partner kerjanya itu untuk merilis kumpulan pengalaman mereka selama berkarir di musik. Menerbitkan biografi, tepatnya. Dan dari hasil berdiskusi panjang lebar antara Dethu dengan SID tersembul ide untuk mengupas lika-liku perjalanan tersebut dengan cara membaginya menjadi beberapa bagian, bukan langsung digelontorkan kolosal dalam satu dokumen tebal. Kenapa kok why? Generasi muda terkini sudah kurang akrab dengan kebiasaan membaca tulisan panjang-panjang. Di era gilang-gemilang media sosial seperti sekarang segalanya cenderung serba ringkas, artikel isinya pendek-pendek, pesan tertulis disampaikan sering dengan cara menyingkat. Buku berat-tebal dipandang sebagai barang usang.
Ya sudah, Dethu dan SID memilih untuk mengakomodir kebiasaan mutakhir itu. Biografi dibelah menjadi beberapa biografi mini. Mirip serial The Lord of the Rings, terkesan terpisah walau sejatinya adalah satu kesatuan yang rapat. Setiap bio mini mengungkap satu atau beberapa topik khusus yang terjadi sepanjang perjalanan berkesenian SID.
Untuk seri bio mini perdana ini topiknya mengerucut pada tiga isu yang sempat brutal menghajar SID: vonis sebagai band rasis, tuduhan melacurkan diri, serta predikat sebagai musisi pendosa. Tajuk bio RASIS! PENGKHIANAT! MISKIN MORAL! (RPM) sengaja dipilih guna menegaskan secara kilat-padat kemana arah pembahasan bukunya.
Dalam RPM dikupas lugas sejarah semua titel miring itu bermula. Mengapa Bob, Eka, JRX, sampai dicurigai anti orang Jawaâapa iya ada grafiti “F**k Java” yang dibikin SID di sebuah tembok di Poppies. Bagaimana bisa grup musik bentukan 1995 ini dipojokkan sebagai musisi yang telah bermufakat jahat dengan kapitalisme. Pula cibiran soal kemerosotan akhlak mereka.
Oleh Dethu semuanya dibeberkan gamblang, baik lewat penjabaran ulang memoriâsentimental journey!âdan pengungkapan sudut pandang pribadi, juga menanyai kembali para nara sumber yang memang betul-betul terlibat di peristiwa tersebut. Tentu pula ditampilkan foto-foto historikal SID yang dianggap mampu agresif berbicara tentang apa yang sejatinya terjadi di masa lalu. Di tiap sub-topik lalu ditutup dengan komentar dari masing-masing personel SID, dibandingkan antara saat dahulu peristiwa tersebut terjadi dengan konteksnya di hari ini.
Guna menyambut hadirnya bio ini maka haruslah dirayakan. Pesta peluncuran buku setebal lebih dari 250 halaman ini pun dicarikan momentum yang pas yaitu dengan dirgahayu SID yang ke-20 di bulan Agustus ini. Selebrasinya sendiri bakal dilaksanakan tiga kali di tiga tempat berbeda serta dengan tiga tema berlainan. Yang pertama pada 18 Agustus 2015 bertajuk PUNK ROCK BOAT – let’s sail ân read! Yang kedua, KOBIKU (Kongkow-kongkow Bicara Buku), pada 20 Agustus. Yang ketigaâsementara ini masih tentatif, sedang difinalisasi konsepnya.
PUNK ROCK BOAT akan diadakan di atas kapal pesiar Quicksilver dengan mengundang pers lokal dan nasional, undangan khusus serta publik. Sambil menonton SID tampil akustik hadirin bakal diajak berkeliling di sekitar Teluk Benoa. Ini memang disengaja, untuk mengingatkan serta memperlihatkan bahwa di tempat itulah rencana jahat reklamasi hendak dipaksakan oleh pengusaha yang dibekingi penguasa.
KOBIKU konsepnya lebih rileks: ngobrol santai dan dekat dengan saya serta trio SID di Rumah Sanur – Creative Hub yang akan ditutup dengan aksi nge-DJ oleh Jon Eka Rock.
Segala gempuran bertubi-tubi yang diterima oleh tiga sekawan itu sepanjang perjalanan karir mereka telah membentuk Superman Is Dead seperti sekarang ini, menjadikannya sabar, bijak, lagi tahan banting.
Sebab kuat kita bersinar!
______________
RASIS! PENGKHIANAT! MISKIN MORAL!
Tiga Kontroversi Besar, Melelahkan, & Nyaris Mematikan Karir Bermusik Superman Is Dead
Tanggal terbit: 18 Agustus 2015
Penulis: Rudolf Dethu
Editor: Dani Satrio
Halaman: 266
Penerbit: CV Kuat Kita Bersinar
Kontak: [email protected]