search

ROCKABALI MARAUDERS: PARA PENJAGA MENARA & PENEGAK MARWAH ROCKABILLY

Syarikat para hulubalang, pejuang, penjaga menara, dan penegak marwah Rockabilly di Nusantara: RockaBali Marauders.
Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print


Ini tentang kolaborasi, konsolidasi, rockabilly dan tanah kelahirannya di Nusantara: Bali.

Ya, pertunjukan musik hidup beberapa pekan silam di Kebon Vintage Cars memang amat istimewa. Tak semata soal banyaknya musisi hebat (didominasi oleh para gitaris) yang tampil akrab sepanggung namun mereka adalah juga pegiat utama musik rockabilly—beserta sub genrenya—di Bali. Di antaranya Leo Sinatra, gitaris Suicidal Sinatra, band psychobilly pertama di Indonesia; Zio, yang merupakan pembetot bas formasi pertama The Hydrant, kuartet pionir rockabilly di negeri ini; Morris, mantan anggota The Hydrant serta barangkali pemain drum berdiri paling perdana di Nusantara; lalu Esta, biduan rockabilly country/honky tonk The Hillkillies. Mereka semua berada di bawah satu bendera bertajuk RockaBali Marauders.

Momen ini menjadi signifikan karena selain antara yang veteran dengan yang junior bersatu hampir tanpa sekat senioritas di RockaBali Marauders, juga seperti hendak menegaskan lagi bahwa di Indonesia ini tren rockabilly paling awal munculnya di Bali serta skenanya berjalan baik dan harmonis. Belum lagi skenanya adalah yang paling dinamis di seantero NKRI.

“Saya bentuk atas dasar undangan komunitas gitar (Bali Guitar Club) melalui Donnie Lesmana (Lolot Band) untuk berpartisipasi di acara Denpasar Festival. Ia menunjuk saya sebagai koordinator dalam rangka mengumpulkan dan membuat konsep rockabilly guitar show berdurasi 30 menit,” terang si penggagas merangkap kapten, Wis, mengenai awal terbentuknya RockaBali Marauders.

“Saya sangat antusias karena jarang ada yang melirik atau malah mengundang komunitas Rockabilly untuk berpartisipasi dalam event seperti ini,” lanjut Wis dengan ekspresi girang. Wis sendiri adalah pendiri The Hydrant bareng Marshello. Jika ada orang paling tepat bicara soal rockabilly di Indonesia, Wis satu dari super sedikit di antaranya. Tentu saja ia senang kala para musisi rockabilly mau bersatu dan tanpa beban menganggukkan kepala mengiyakan dengan sedemikian mudah. Ini pertanda baik bahwa Bali kian sahih mengukuhkan diri sebagai sentra rockabilly sekaligus dengan ekosistem paling siap di Indonesia.


Pulau Dewata, sedikit kilas balik, merupakan tanah kelahiran rockabilly di Indonesia. Momentum paling kolosal terjadi pada 2004, ketika The Hydrant menjejakkan kaki di belantika musik pada 2004. Saat itu bak menjadi tahun resmi lahirnya rockabilly di Indonesia. Aksi panggung, gestur, dan pompadour Marshello yang sungguh Elvis—Brown Elvis! He totally is!—serta ditimpali gaya klimis-parlente Wis, Zio, dan Morris, duhai menarik perhatian skena musik lokal. Apalagi kala The Hydrant lebih mendorong arah imej mereka ke Stray Cats.

Sejak momen tersebut, wabah rockabilly di Bali kemudian meluas. Radio-radio lokal mulai lebih rajin memutar lagu-lagu rockabilly. Acara-acara do-it-yourself bernafaskan rockabilly bergantian terselenggara di Sanur dan Kuta. Artikel-artikel amatir yang membahas rockabilly di Bali lumayan rutin muncul di Yahoo Groups dan media sosial sejenis di masa tersebut. Gempita rockabilly nan meriah ini menarik perhatian majalah Playboy—jika tak salah di tahun 2007—sampai akhirnya menerbitkan artikel yang panjang lebar menjabarkan dinamika rockabilly di Bali. Secara jitu Playboy mentajuki fenomena ini: Rockabali.

Puncak histeria ini adalah ketika The Hydrant berhasil tampil hingga dua kali—2016 dan 2018—di Viva Las Vegas, festival paling luhur dan fenomenal bagi penganut religi rockabilly. Seantero Nusantara tersentak lalu secara alami mengamini bahwa Bali memang pantas menyandang predikat sebagai nirwananya rockabilly.

Dengan munculnya RockaBali Marauders niscaya wibawa musik rockabilly di Bali kian terkukuhkan, makin solid, kuat, tak terbantahkan. Bahwa RockaBali Marauders serta masing-masing partisipannya adalah para penjaga menara, penegak marwah rockabilly di NKRI.

________

Foto 1, 2, 3 milik RockaBali Marauders.
Foto 4 oleh Jitro Stephen.
Artikel ini pertama kali tayang di Supermusic ID.

• Baca juga THE HYDRANT: TRANS-EUROPE RAMBLERS.

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print
Rudolf Dethu

Rudolf Dethu

Music journalist, writer, radio DJ, socio-political activist, creative industry leader, and a qualified librarian, Rudolf Dethu is heavily under the influence of the punk rock philosophy. Often tagged as this country’s version of Malcolm McLaren—or as Rolling Stone Indonesia put it ‘the grand master of music propaganda’—a name based on his successes when managing Bali’s two favourite bands, Superman Is Dead and Navicula, both who have become two of the nation’s biggest rock bands.
Rudolf Dethu

Rudolf Dethu

Music journalist, writer, radio DJ, socio-political activist, creative industry leader, and a qualified librarian, Rudolf Dethu is heavily under the influence of the punk rock philosophy. Often tagged as this country’s version of Malcolm McLaren—or as Rolling Stone Indonesia put it ‘the grand master of music propaganda’—a name based on his successes when managing Bali’s two favourite bands, Superman Is Dead and Navicula, both who have become two of the nation’s biggest rock bands.

Related

Scroll to Top