So glad that this Indonesia’s psychobilly pioneer, Suicidal Sinatra, still alive and well. They just released a tight af, high-energy tune, the soundtrack for Kustomfest called “Psycho Loco”. You can watch their kruzinforabruzin-themed video on YouTube already.
Between me and Suicidal Sinatra, well, we have quite a long history.
Pertama kali saya bersinggungan dengan Suicidal Sinatra pada, jika tidak salah, tahun 2004. Kala itu mereka masih memakai identitas S.O.S. (Soul of Speed). Kabarnya nama itu dipilih karena tadinya mereka kerap memainkan musik speed metal serta rajin menyanyikan ulang lagu-lagu milik Helloween. Namun seiring waktu rupanya terjadi pergeseran selera.
Berikutnya manajer S.O.S. menghubungi saya seraya berkisah bahwa, selain The Hydrant, grup musik yang dia tangani juga memainkan musik serumpun. Kalau yang satu mengarah pada Stray Cats dan Presley, yang ini lebih ke punkabilly macam The Living End.
Lalu saya undang S.O.S. untuk unjuk aksi di Twice Bar di Poppies II. Pendek cerita, malam itu, saya terpesona dengan penampilan mereka di Twice dan saya membuka diri untuk bekerjasama.
Nama S.O.S. saya usulkan untuk diganti karena nama tersebut bagi saya terlalu generik serta kurang sensasional. Saya ajukan nama baru: Suicidal Sinatra. Pun nama tiap personel dibubuhkan Sinatra di belakangnya: Opix Sinatra, Leo Sinatra, dan seterusnya. Seperti Joey Ramone serta klan Ramone lainnya.
Bicara genre pun saya dorong mereka agar juga mulai mengakrabi para pengibar bendera psychobilly seperti Tiger Army, Mad Sin, Reverend Horton Heat, Nekromantix, dll.
Suicidal Sinatra sendiri secara liberal bisa dimaknai sebagai Frank Sinatra yang klimis, dandan, flamboyan, tapi versi badass & agak gilak/psycho, jalanan, masih kental sisi punk rocknya.
Album bertajuk Boogie Woogie Psychobilly (saya membantu menulis sebagian besar lirik) pula menjadi semacam penanda jaman bahwa mereka telah bertransformasi sepenuhnya menjadi band psychobillyâband psychobilly Indonesia paling pertama!â& merilis album psychobilly paling perdana di Nusantara. And the rest is history.
Shakin’, wreckin’ an’ rollin’!
