search

Mullet Mania

Masih ingat MacGyver? Oh bukan, saya sedang tak bicara aktingnya (yang garing). Tapi saya ngomong soal gaya rambutnya. Gaya rambut MacGyver yang pendek di depan, atas, dan samping namun panjang di belakang punya istilah khusus: Mullet. Dan kerap ditimpali dengan dengan kelakar lanjutan semacam, “Business in the front, party in the back” (deskripsi yang jitu, eh?)
Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print

Masih ingat MacGyver?
macgyvermulletmsktr

Saya sedang tak bicara aktingnya (yang garing). Tapi saya ngomong soal gaya rambutnya. Gaya rambut MacGyver yang pendek di depan, atas, dan samping namun panjang di belakang punya istilah khusus: Mullet. Dan kerap ditimpali dengan dengan kelakar lanjutan semacam, “Business in the front, party in the back” (deskripsi yang jitu, eh?)

Pertama kali dipopulerkan oleh David Bowie pada 1970an saat ia sedang berada dalam fase Ziggy Stardust dan Diamond Dogs. Lalu pada 1980an musisi seperti Michael Bolton dan Phil Collins dengan bangga mengadopsi gaya rambut ini. Namun yang paling fenomenal adalah ketika Billy Ray Cyrus meluncurkan singel legendarisnya, Achy Breaky Heart, dimana Billy dengan ultra bangganya tampil ber-Mullet ria. Tak lama berselang, musik Country lalu jadi identik dengan Mullet. Selain itu Mullet juga kerap diasosiasikan dengan kalangan kerah biru, penggemar Heavy Metal, penggila sepakbola serta pemain hockey es.
Bowie&RayCyrus

Mullet dikenal juga dengan sebutan lain seperti Hockey Hair, Bundesliga Haircut, Ten Ninety, Millennium Mullet, Helmet Hair, Coupe Longueuil, Chicago, Haircut o’ Death, Neckwarmer, dsb.

Kelompok musik yang tercatat pernah membawa tema ini dalam karyanya antara lain:

→ Beastie Boys, lagu Mullet Head, 1994 ~ oleh Oxford English Dictionary Mike D & co. malah disebut sebagai pihak paling bertanggungjawab dalam mempopulerkan istilah ini—padahal kongsi hip-hop asal New York itu di lagu tersebut semata mengolok-ngolok para pencinta Mullet

→ The Vandals, lagu Ape Drape, 1998—Ape Drape adalah sebutan lain dari Mullet. Pada bagian akhir lagu dibeberkan pula deretan nama alias yang bermakna sama: Hockey Hair, Forbidden Hair, Achy-Breaky Hair, Norco Neck Warmer, dst.

→ Five Iron Frenzy, lagu Phantom Mullet, 2000—lagu yang memang khusus dipersembahkan bagi para fans Mullet. Perhatikan saja lirik lagunya: …Cruisin’ downtown in your Camaro, REO Speedwagon’s on your stereo. It’s kind of catchy, kind of a virus: cuttin’ your hair like Billy Ray Cyrus… (sepertinya kongsi Five Iron Frenzy paham benar demografi kaum Mullet Heads, he he he…)

→ Family Force 5, album Business Up Front/Party in the Back, 2006—dan tembang yang spesifik menyoroti fenomena Mullet bertajuk—you betcha—Kountry Gentleman

Seiring waktu, Mullet beranak-pinak menjadi Mo-Hullet (setengah Mohawk, setengah Mullet), Dreadmullet (Dreadlock/Rasta campur Mullet), Fem-Mullet/She-Mullet (wanita bergaya rambut Mullet—surely the kind of woman that I choose not (ever) to date!), Jazz Mullet (Limahl, vokalis Kajagoogoo, adalah inventor gaya ini), Skullet, Frullet, Cullet, Momullet/Mullet-Hawk (lihat foto di bawah), dsb.
momulletmsktr

That’s that. Edisi berikutnya kita bahas soal Pompadour (gaya rambut klimis Rockabilly), Dreadlocks (yup, seperti veteran Reggae, Tony Q), dan banyak lagi. Oh, terakhir, bagi fundamentalis Mullet, masih cukup banyak wanita yang memuja anda, tenang saja…

*Ada beberapa komentar terhadap artikel ini, silakan baca di sini

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print
Rudolf Dethu

Rudolf Dethu

Music journalist, writer, radio DJ, socio-political activist, creative industry leader, and a qualified librarian, Rudolf Dethu is heavily under the influence of the punk rock philosophy. Often tagged as this country’s version of Malcolm McLaren—or as Rolling Stone Indonesia put it ‘the grand master of music propaganda’—a name based on his successes when managing Bali’s two favourite bands, Superman Is Dead and Navicula, both who have become two of the nation’s biggest rock bands.
Rudolf Dethu

Rudolf Dethu

Music journalist, writer, radio DJ, socio-political activist, creative industry leader, and a qualified librarian, Rudolf Dethu is heavily under the influence of the punk rock philosophy. Often tagged as this country’s version of Malcolm McLaren—or as Rolling Stone Indonesia put it ‘the grand master of music propaganda’—a name based on his successes when managing Bali’s two favourite bands, Superman Is Dead and Navicula, both who have become two of the nation’s biggest rock bands.

Related

Scroll to Top