BENAR BISA BAHASA: BISA BAHASA BENAR

Saya dan karib Uhuk sedang menggarap program bertema Aku Cinta Bahasa Indonesia. Tunggu tanggal mainnya!
Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print

Selasa silam, 30 Agustus 2022, saya bersama para karib Uhuk—Marlowe, Ridwan, dan Lecir—serta beberapa rekan mahasiswa mengadakan sesi syuting di STIKOM Bali. Ini adalah semacam uji coba paling awal (pilot project) untuk program video berseri Benar Bisa Bahasa Bisa Bahasa Benar.

#BenarBisaBahasa #BisaBahasaBenar (B6) merupakan mimpi lama kami yang lahir dari keresahan soal seberapa kian merosotnya kemampuan berbahasa Indonesia terutama para pemuda-pemudinya. Bayangkan, apa yang bisa diharapkan dari bangsa dan negeri ini jika para penerusnya banyak yang belum becus, minim pemahaman, bahkan tak terlalu peduli pada bahasa ibunya sendiri? Ada yang lebih doyan berkomunikasi menggunakan bahasa Inggris, sebagian gemar sekali menyingkat kata padahal sedang berkirim teks di forum resmi, atau rupa-rupa lain nan lancung kebahasaan.

Tiada salah jika lebih gemar berbahasa Inggris agar lebih keren atau akibat kebutuhan. Namun umumnya ketika berbahasa Indonesia belum baik maka bahasa Inggrisnya pun niscaya berlepotan. Pula kebiasaan menyingkat kata adalah hal wajar untuk menghemat waktu serta lebih praktis utamanya saat berkirim pesan pendek. Yang mengkhawatirkan, kebiasaan ini berlanjut ke skena formal. Kala berkomunikasi lewat surel kepada lawan bicara tetap menulis “yg” untuk “yang” dan “dr” untuk “dari” & semacamnya. Terkesan sepele tapi hal tersebut menorehkan kesan tidak serius.

B6 walau sifatnya edukasi tapi bakal dikemas pendek, satu menitan, ringan, juga (diusahakan untuk) tidak (terlalu) menggurui, serta agak punky* dan edgy*. Topiknya pun cenderung remeh-temeh. Semisal:

Mana yang benar?

apotek / apotik
imbauan / himbauan
silahkan / silakan
nasehat / nasihat

Kemudian dilanjutkan dengan opsi yang benar itu yang mana, lalu diciprati gono-gini penjelasannya.

Kami bukan pakar bahasa Indonesia. Kami sekadar penyuka bahasa, mari belajar bersama, dan ini cara kami mencintai Indonesia. Semoga pertengahan September program ini bisa mulai menggelinding!

Jaya wijaya Uhuk!

Produser: Marlowe Bandem
Penasihat Visual: Ridwan Rudianto
Pembawa Acara: RD – Munsyi Bangsat Liberal
Koordinator Miras & Hedonisme Ringan: I Wayan Wiraprastha
Tim Dokumentasi: STIKOM Bali.

*padanan pas bahasa Indonesianya belum saya temukan

• Baca juga TANDA PETIK, TEGAK ATAU MIRING: MENJUDULI ALBUM DAN MENAJUKI TEMBANG.

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print
Picture of Rudolf Dethu

Rudolf Dethu

Music journalist, writer, radio DJ, socio-political activist, creative industry leader, and a qualified librarian, Rudolf Dethu is heavily under the influence of the punk rock philosophy. Often tagged as this country’s version of Malcolm McLaren—or as Rolling Stone Indonesia put it ‘the grand master of music propaganda’—a name based on his successes when managing Bali’s two favourite bands, Superman Is Dead and Navicula, both who have become two of the nation’s biggest rock bands.
Picture of Rudolf Dethu

Rudolf Dethu

Music journalist, writer, radio DJ, socio-political activist, creative industry leader, and a qualified librarian, Rudolf Dethu is heavily under the influence of the punk rock philosophy. Often tagged as this country’s version of Malcolm McLaren—or as Rolling Stone Indonesia put it ‘the grand master of music propaganda’—a name based on his successes when managing Bali’s two favourite bands, Superman Is Dead and Navicula, both who have become two of the nation’s biggest rock bands.

Related

Scroll to Top