Tampaknya belakangan ini makin banyak telunjuk dari Nusantara deras mengarah menuju kerajaan jiran, Malaysia. Jari itu berbalutkan amarah membuncah. Lontaran kalimat beringas "tidak makan bangku sekolahan" pun melengkapinya. Plus bonus barbekyu bendera Jalur Gemilang...
Segala kegerahan tingkat nasional itu diawali oleh manuver Malaysia yang dianggap telah melangkahi kewibawaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tindak tanduk tetangga---nasionalisasi batik, Reog Ponorogo, lagu Rasa Sayange, tari Pendet, pulau Jemur---memunculkan ketersinggungan gigantik. Mendadak saja pemuda pemudi mulai Aceh hingga Papua lebur jadi satu bersepakat bersikap anti pada si tetangga yang sama-sama Melayu, lalu menyebutnya dengan nama baru: Malingsia. Bukan cuma itu, ada yang lebih spektakuler, sesosok sesepuh partai besar terang-terangan menyerukan komando, "Ganyang Malaysia!" Benar, gairah kebangsaan, jumawa pada negeri sendiri, semangat mengabdi, bela negara & tindak chauvinistik, serbaneka bau nasionalisme mendadak merebak menyengat ke seluruh penjuru. Ranah virtual---utamanya Facebook dan Twitter---didominasi oleh gemuruh gerutu masygul. Para tua-muda tiba-tiba menunjukkan simpati besar pada Merah Putih, Garuda Pancasila, Indonesia Raya, ultra bangga memproklamirkan dirinya sebagai orang Indonesia.