Kumpul dan Ide Segar Coworking Space

Beberapa pekan silam saya banyak menghabiskan waktu di Bali, hampir 1,5 bulan. Selain dalam rangka menyeleseaikan biografi Superman Is Dead serta beberapa projek lain.
Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print
SurfingWorkingConnecting


Beberapa pekan silam saya banyak menghabiskan waktu di Bali, hampir 1,5 bulan. Selain dalam rangka menyeleseaikan biografi Superman Is Dead serta beberapa projek lain, alasan lain saya betah di Pulau Dewata adalah sehubungan dengan keberadaan Kumpul Coworking Space.

Sejatinya bisa saja saya bekerja dari Jakarta, dari rumah, dari kantor kecil saya yang berpemandangan kebun nan asri. Tapi saya terlanjur jatuh hati dan nyaman bekerja dari Kumpul yang berlokasi di Sanur, Denpasar, dan merupakan bagian dari Rumah Sanur – Creative Hub. Saya kesengsem dengan konsep coworking space yang bagi saya sanggup mengakomodasi kebutuhan freelancer macam saya. Sebab bekerja dari rumah kadang tumbuh perasaan terisolasi dari lingkup sosial, sulit menerapkan disiplin pada diri sendiri (susah memulai mengerjakan sesuatu, kelamaan Facebookan), belum lagi distraksi lain yang begitu kuat (3 kucing saya terlalu lucuk untuk tidak terus-terusan dipeluk sepanjang hari!). Sementara bekerja dari gerai kopi semacam Starbucks sering suasananya kurang mendukung—terlalu bising dan kendala internet mencret.

Suasana sehari-hari Kumpul. Sendirian tapi tak kesepian.
Suasana sehari-hari Kumpul. Sendirian tapi tak kesepian.
Alone but not lonely.
Alone but not lonely.

Di coworking space semacam Kumpul saya, kita, bisa bekerja dalam suasana tenang dan nyaman. Pula dengan kepastian kecepatan internet (baca: alat vital) yang tidak impoten, solid, stabil, ngaceng terus. Kian menarik, saya, kita juga terbawa suasana kreatif, ingin terus menghasilkan sesuatu yang segar, sebab didukung oleh sekitar yang dimeriahkan oleh para orang-orang/freelancers dengan beragam projek menarik. Bekerja tetap bisa sendirian, tapi bukan kesepian. Alone but not lonely.

Ketika tiba waktu makan siang, momen sederhana itu pun menjadi menarik. Kami sering pergi bersama-sama ke berbagai kedai yang ada dekat-dekat kita. Bak kawan sekantor tapi bukan. Dari ngobrol-ngobrol seraya makan siang itu kami saling mengenal, bertukar informasi, membuka celah kolaborasi. Harus buru-buru menyelesaikan makan siang dan obrolan karena ditunggu bos di kantor? Kisah menyedihkan seperti itu telah tak terjadi di antara kita-kita, sudah menjadi isapan kontol belaka. Kami yang memutuskan sendiri, merdeka menentukan kapan kembali ke “kantor”.

Makan siang bareng para freelancers anggota Kumpul.
Makan siang bareng para freelancers anggota Kumpul.

Modern. Fast paced. Urban — untuk Bali: urban tropikal. Sekaligus hangat dan intim.

Di Bali, setahu saya coworking space baru ada dua yaitu di Sanur, Kumpul; dan Ubud, Hubud. Di Jakarta katanya juga ada tapi saya belum pernah ke situ (semoga ada juga yang dekat rumah saya!). Di kota-kota lain bagaimana?

Pojokan yang ini sepertinya menjadi favorit para perempuan (cantik).
Pojokan yang ini sepertinya menjadi favorit para perempuan (cantik).
Ada juga yang lebih suka dengan posisi lebih tinggi — barangkali mereka keturunan bangsawan.
Ada juga yang lebih suka dengan posisi lebih tinggi — barangkali mereka keturunan bangsawan.
Bangsawan sekaligus freelancer serta DJ. Multi tasking guru, indeed.
Bangsawan sekaligus freelancer serta DJ. Multi tasking guru, indeed.
Jika anda bukan tipe konvensional, silakan juga bekerja sambil gelayutan di atas hammock di beranda Kumpul.
Jika anda bukan tipe konvensional, silakan juga bekerja sambil gelayutan di atas hammock di beranda Kumpul.
Atau sekalian turun kerja di kebun di lantai bawah.
Atau sekalian turun kerja di kebun di lantai bawah.
Ngobrol-ngobrol sesama pengunjung Kumpul. Celah kolaborasi mulai dibangun.
Ngobrol-ngobrol sesama pengunjung Kumpul. Celah kolaborasi mulai dibangun.
Kolaborasi dimulai.
Kolaborasi dimulai.
Di kala akhir pekan, Kumpul rutin mengadakan kelas atau pelatihan gratis/berbayar.
Di kala akhir pekan, Kumpul rutin mengadakan kelas atau pelatihan gratis/berbayar.
Saya menjadi pengajar tamu untuk kelas menulis musik di Kumpul.
Saya menjadi pengajar tamu untuk kelas menulis musik di Kumpul.
Para peserta pelatihan Leaders of Tomorrow di Kumpul, turun ke lantai bawah untuk minum kopi dan ngobrol lagi di Kopi Kultur.
Para peserta pelatihan Leaders of Tomorrow di Kumpul, turun ke lantai bawah untuk minum kopi dan ngobrol lagi di Kopi Kultur.
Dimas, penjaga gawang Kumpul.
Dimas, penjaga gawang Kumpul.
Para aktivis di Kumpul mengibarkan panji-panji slogan ini tinggi-tinggi.
Para aktivis di Kumpul mengibarkan panji slogan ini tinggi-tinggi.
Selain pelatihan dan kelas yang tergolong "serius", Kumpul juga mengadakan acara yang bersifat pop dan ringan.
Selain pelatihan dan kelas yang tergolong “serius”, Kumpul juga mengadakan acara yang bersifat pop dan ringan.
Rumah Sanur - Creative Hub, tempat Kumpul Coworking Space dan saudara-saudaranya, Kopi Kultur dan To~ko, bernaung. Dalam waktu dekat, Rebel Radio Indonesia serta beer garden Teras Gandum, akan segera beroperasi juga!
Rumah Sanur – Creative Hub, tempat Kumpul Coworking Space dan saudara-saudaranya, Kopi Kultur dan To~ko, bernaung. Dalam waktu dekat, Rebel Radio Indonesia serta beer garden Teras Gandum, akan segera beroperasi juga!
Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print
Picture of Rudolf Dethu

Rudolf Dethu

Music journalist, writer, radio DJ, socio-political activist, creative industry leader, and a qualified librarian, Rudolf Dethu is heavily under the influence of the punk rock philosophy. Often tagged as this country’s version of Malcolm McLaren—or as Rolling Stone Indonesia put it ‘the grand master of music propaganda’—a name based on his successes when managing Bali’s two favourite bands, Superman Is Dead and Navicula, both who have become two of the nation’s biggest rock bands.
Picture of Rudolf Dethu

Rudolf Dethu

Music journalist, writer, radio DJ, socio-political activist, creative industry leader, and a qualified librarian, Rudolf Dethu is heavily under the influence of the punk rock philosophy. Often tagged as this country’s version of Malcolm McLaren—or as Rolling Stone Indonesia put it ‘the grand master of music propaganda’—a name based on his successes when managing Bali’s two favourite bands, Superman Is Dead and Navicula, both who have become two of the nation’s biggest rock bands.

Related

Scroll to Top