Surat Terbuka untuk Rocket Rockers

Kegelisahan saya bermula dari sebuah tampilan foto di Facebook dari salah seorang personel Rocket Rockers
Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print

Kegelisahan saya bermula dari sebuah tampilan foto di Facebook dari salah seorang personel Rocket Rockers saat ia berpartisipasi di acara Indonesia Tanpa JIL dimana salah satu dari orang yang diajaknya berpose mengenakan kaos “Pluralisme? Injak Saja!” Mohon maaf, foto tersebut sekarang sudah tidak ada lagi di album foto personel Rocket Rockers tersebut. Tapi kebetulan saya menemukan kaos bersablonkan tulisan tersebut di album foto yang lain:

Dari foto tersebut beserta jargon-jargon para simpatisan “Indonesia Tanpa JIL” jelas tergambar bahwa mereka menolak pluralisme, sekularisme dan liberalisme. Alias, jika dimaknai bebas para penolak JIL itu anti keberagaman. Agama lain? Injak saja. Yang berbeda suku—misalnya Bali yang cenderung sekuler—adalah kafir. Serta yang paling mereka prioritaskan: bahaya laten Zionisme serta Kristenisasi. Yang khas, aktivis gerakan ini memiliki semacam kode pemersatu yaitu: salam satu jari. Dari pemahaman saya intinya salam satu jari ini adalah sebuah peringatan untuk kembali ke asal, gerakan pemurnian, hati-hati sebab orang yang berada di luar lingkaran, yang berbeda keyakinan, tak lebih dari kumpulan kafir.

Saya sih tak masalah dengan orang yang berbeda keyakinan, mau masuk jadi anggota klub ini grup itu, menjadi ekstrem kiri mau pun kanan, bahkan menggunakan SARA sebagai bahan lawakan pun menurut saya masih sah-sah saja. Yang menurut saya berbahaya adalah anjuran/perintah/pidato yang menyulutkan kebencian pada suatu sosok dan/atau hal tertentu. Contoh paling sederhana: Pluralisme? Injak saja! Jargon ini kan berarti menafikan keberagaman. Hanya mengakui bahwa kelompok mereka saja yang paling berhak untuk hidup. Okelah, silakan merasa paling benar… Tapi “injak saja!”? Itu sudah menunjukkan agresivitas, menyerang kelompok lain (baca: kafir). Okelah, silakan, itu hanya sebuah permainan kata-kata, marketing gimmick. Yang duh-gusti menyedihkan adalah seperti yang dilakukan Rocket Rockers, menyuruh untuk menginjak keberagaman (agama berbeda, suku lain, a.k.a. kafir) tapi tetap saja, sekadar menyebut contoh, berkonser di Bali, menerima uang dari para kafir, berjingkrak-jingkrak “menghibur” (atau—sambil mempraktekkan salam satu jari—“kembali lah kau ke jalan yang yang benar wahai”) para kafir. Cih.

Kenapa surat ini saya tujukan kepada Rocket Rockers? Sebab setiap kali salah satu personel tersebut menghadiri acara “pemurnian” selalu saja yang disebut adalah si anu dari Rocket Rockers. Artinya ini bisa dikaitkan dengan institusi bertajuk Rocket Rockers. Kenapa saya tiba-tiba gerah padahal gerakan pemurnian ini telah ada sejak cukup lama? Sebab sudah mulai masuk ke wilayah yang saya sangat akrabi: musik. Silakan saja beraktivitas memurnikan/meluruskan di kelompok sendiri, jangan kami bagian dari pluralisme ini dicekoki lelucon fundamentalisme.
________________

• Artikel ini adalah tulisan pertama dari empat tulisan:
– tulisan kedua: Sesat dan Kafir Harus Bersatu. (Atau Mencret Menjadi Pengecut Seumur Hidup.)
– tulisan ketiga: Merdeka Menjadi Bianglala
– tulisan keempat (terakhir): Pluralitas dan Pluralisme dari Hongkong
• Baca juga pranala luar yang berkaitan: Antipluralisme dan Sinisme Rocket Rockers di Bali
• Pranala luar lain yang juga berhubungan: Mari Berdebat Istilah, Kang!

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print
Picture of Rudolf Dethu

Rudolf Dethu

Music journalist, writer, radio DJ, socio-political activist, creative industry leader, and a qualified librarian, Rudolf Dethu is heavily under the influence of the punk rock philosophy. Often tagged as this country’s version of Malcolm McLaren—or as Rolling Stone Indonesia put it ‘the grand master of music propaganda’—a name based on his successes when managing Bali’s two favourite bands, Superman Is Dead and Navicula, both who have become two of the nation’s biggest rock bands.
Picture of Rudolf Dethu

Rudolf Dethu

Music journalist, writer, radio DJ, socio-political activist, creative industry leader, and a qualified librarian, Rudolf Dethu is heavily under the influence of the punk rock philosophy. Often tagged as this country’s version of Malcolm McLaren—or as Rolling Stone Indonesia put it ‘the grand master of music propaganda’—a name based on his successes when managing Bali’s two favourite bands, Superman Is Dead and Navicula, both who have become two of the nation’s biggest rock bands.

52 Comments

  • Dalam pandangan Islam, sikap menghargai dan toleransi kepada pemeluk agama lain adalah mutlak untuk dijalankan(Pluralitas). Namun bukan berarti beranggapan bahwa semua agama adalah sama (pluralisme), artinya tidak menganggap bahwa Tuhan yang kami sembah adalah Tuhan yang kalian sembah. Majelis Ulama Indonesia (MUI) menentang paham pluralisme dalam agama Islam.

    Cekidot gan :
    http://id.wikipedia.org/wiki/Pluralisme_agama
    http://islamqa.info/id/ref/26721

  • Terima kasih atas penjelasan anda. Saya masih bingung sebab versi MUI dan JIL kok berbeda. Artinya definisi pluralisme yang anda sebutkan tak mutlak benar. Plus, berdasarkan penjelasan anda, berarti jargon “Pluralisme? Injak saja!” bermakna bahwa agama yang berbeda tersebut boleh diinjak?

  • Bli,boleh di back-link ke blog saya? Mau nulis tanggapan,terutama soal komen tapi setelah diketik ternyata kepanjangan hasilnya,apalagi karena pake bb jd lemot. I won’t post it without your permission,though. Danke.

  • Gimana caranya nge back-link ya, neng? Teu ngarti atuh. Mohon dijelasken dunkz. Nuhun.

  • Woiii . . mana RRnya?? Itu cuma foto2 Noor Al Kautsarnya aja sama anak2 #IndonesiaTanpaJIL. Judul kok ngga nyambung sama isi.
    Sampean sudah keblinger ya mas!! terlalu pintar makanya jadi keblinger!

  • Lho, itu kan sudah cukup untuk menggambarkan bahwa isi pikirannya terwakili oleh tulisan di kaos dan banner “Indonesia Tanpa JIL”? Doi ndak mungkin sebodoh itu untuk bisa tergabung di kumpulan orang-orang itu kan?

  • Pemaknaan kalimat yg dipakai ada baiknya di klarifikasi pada yg membuat dan menggunakan. Penafsiran pribadi seringkali beda sama penafsiran orang lain. Minta penjelasan, kl udah jelas.. Selesai deh masalahnya. Simple 🙂

  • Benar sekali. Saya sedang menunggu respons tersebut. 😀

  • Kafir? Injak Saja ! = Pluralisme? Injak Saja..!
    masa sih bli yang kesannya pintar ini, nggak bisa bedain arti masing-masing frase itu? hehehe… silahkan dicoba lagi bli… semangat…

  • Aduh. Saya tidak mengerti maksud anda. Saya terlalu pintar untuk menebak-nebak frase equivokal anda 😀

  • siapa bilang “suku lain? injak saja”, atau “kafir? injak saja?” kayanya mas rudolf perlu kenalan deh sama2 anak2 ITJ. ga ada yang berpikir sesempit itu kok. ITJ menolak liberalime DALAM ISLAM. itu aja. lain kali mungkin ada baiknya tanya2 dulu sblm bikin postingan berdasarkan asumsi sendiri 🙂

  • Ini mencerminkan kondisi real bangsa kita saat ini,dimana agama menjadi isu utama,seakan2 agama tertentu lebih baik dari agama yg lain. Agama adalah hal yg sangat pribadi bukan menjadi konsumsi publik dgn tujuan utk menunjukkan bahwa dialah mahluk paling beriman dan menafikkan perbedaan yg ada di depan mata. Terus terang saya kaget bahwa aktivitas menafikkan perbedaan sudah masuk ke ranah musik. Sy ga tau grup rocket rockers,dan beruntung tidak tahu klo kiprahnya ternyata sperti yg ditulis di blog ini.

  • Bagaimana tentang pluralisme injak saja? Saya kan berasal dari suku dan agama—well, saya tak terlalu memprioritaskan agama, tapi rombongan kawan yang lain—kan merasa didiskreditkan oleh pernyataan pluralisme (keberagaman) injak saja? 😀 😀 😀

  • sekarang diliat dulu, apakah gerakan Indonesia Tanpa JIL itu tidak menghormati keberagaman? enggak juga kan. definisi pluralisme yang dimaksud mereka nampaknya berbeda dengan yang anda (yang care banget sama rombongan kawan yang lain) pikirkan bli. hehehe.

    soal jargon injak saja, mungkin biar terkesan agak nakal sedikit, namanya juga band yang beraliran punk. masak bli denger gitu aja tersinggung sih, katanya anak punk hehehehe.

  • Tulisan ini berdasarkan nafsu aja. Yang diinjak pahamnya, -ismenya, pluralism (sebuah paham menjadikan semua agama itu berujung Tuhan, kebenaran agama itu relatif). Apakah kemudian dijadikan masalah kalo kemudian ada jargon “komunisme? injak saja”? Apakah kita berbeda pendapat tentang pluralisme? Mungkin saja. Karena kita semua pasti setuju dengan konsep pluralitas, tapi pluralisme? Tunggu dulu. Pluralisme itu paham sesat, dan bagi yang mendukungnya tentu saja menyesatkan.

    Terima kasih.

  • Lho, kok bolak-balik, anda menghormati keberagaman atau tidak itu ya sudah jelas dari pernyataan “Pluralisme? Injak saja!” Anda tak perlu sepintar Einstein untuk memahami makna tersebut. Jika saya menunjukkan rasa peduli terhadap perasaan kawan-kawan yang lain ya sebab kita semua—Komponen Rakyat Bali—dulu bareng berjuang menolak UU Pornografi yang salah satu target dari UU tersebut adalah mematikan pluralisme. Sampai kini pun kami masih menjunjung tinggi pluralisme (keberagaman).

    Anda harusnya lebih pintar dan mawas diri (pada keberagaman/Bhinneka Tunggal Ika) untuk menjadi “nakal”. Kalau mau menggunakan jargon kayak gitu boleh dong saya juga bilang “Indonesia Tanpa JIL? Injak saja!” Boleh kan? Katanya menghormati keberagaman dan nakalness 😀

  • Tulisan anda juga berdasarkan nafsu saja. Saya mendukung pluralisme dan anda menuduh saya sesat? Yang nafsu situ juga kan? Terima kasih 😀

  • hehehe udah ngerti blom bli bedanya “Kafir? Injak Saja !” dan “Pluralisme? Injak Saja..!”..??? blom ya? yaudah coba terus bli… jangan putus asa. jangan lupa berdoa bli, supaya mendapat kepahaman…

  • Ya maklum aja mas Rocket-rocker sedang Hilang Ingatan, lagunya aja terjemahan dari negara yang mereka anggap Kafir» Lagu: Ingin Hilang Ingatan

  • Anda pinter apa sok pinter sih? Ribet banget ngejelasin hal sepele. Yang pasti kata kafir adalah bentuk derogatori—dan jahat. Sebab tak siapa pun boleh mencap orang lain sebagai kafir. Dan siapa pun tak boleh merasa punya hak untuk menyebut orang lain kafir. “Kafir” adalah sebuah kata yang jahat dan merendahkan esensi kemanusiaan. “Pluralisme? Injak saja!” adalah juga derogatori, agresif, menyerang, menganggap bahwa keberagaman sudah sepatutnya dikerdilkan. 😀

  • yang diinjak itu -isme nya (sama sekali bukan agama lain. APALAGI SUKU LAIN). karena pluralisme dan pluralitas sangat jauuuuuuuuuuuuuuh berbeda. pahami dulu perbedaanya dan pikirkan dulu dampaknya. barulah bisa dinilai.

  • Terlalu dini untuk kita membahas masalah yg serumit ini,,
    Jika diributin terus pasti tidak ada ujungnya,, yg jelas sekarang adalah apapun
    Yg mereka perbuat/ lakukan bukan urusan kita, mereka ribut sesama mereka
    Selama mereka tidak menyinggung kita ya aman” saja!! Cukup mereka saja
    Yg mengotori dan membersihkan!!

  • Jadi fokus tulisan Anda itu pada Ucay-nya, pada RR-nya, pada tulisan kaosnya, pada isu SARA & pemurniannya atau pada ITJ merambah ke ranah musiknya?

    Maaf, saya liat tulisannya ngga fokus, jadi terkesan tembak sana-sini tapi ngga tau siapa yang musti jadi sasaran. Makanya saya tanya 🙂

  • Berarti anda yang emosional membacanya. Cakupannya jadi luas ya karena hendak menginjak pluralisme (keberagaman). Aktivitas agresif ini lalu dibawa ke ranah musik. Ya, saya pikir sudah saatnya meng-counter.

    NB: Saya tak ada urusan dengan ITJ. Sebab saya menghargai pilihan orang, silakan saja mau ngapain. Tapi persoalannya jadi berbeda ketika seenaknya mau menginjak.

  • Bro, saya paling gak pernah melarang orang mau ngapain. Tapi ini ranahnya musik, wilayah yang saya akrabi. Kami yang bagian dari pluralisme ini mau diinjak ya artinya kan sudah menyinggung. Skala saya sih sebenernya musik saja. Tapi mau gimana, ditarik-tarik kesini kesitu. Hiks.

  • Beda buku pasti beda isi otak. Clear! kalo kata Kurt Cobain “if you read, you’ll judge” :p

  • Huh? Isme itu kan sama dengan pemahaman/ideologi? Sejak kapan pluralitas dan pluralisme jauh berbeda? Asal katanya kan plural aias puspawarna? Lalu kenapa versi anda dan JIL (yang sama-sama muslim) berbeda memahami pluralisme?

  • Menurut asal katanya Pluralisme berasal dari bahasa inggris, pluralism. Apabila merujuk dari wikipedia bahasa inggris, maka definisi [eng]pluralism adalah : “In the social sciences, pluralism is a framework of interaction in which groups show sufficient respect and tolerance of each other, that they fruitfully coexist and interact without conflict or assimilation.” Atau dalam bahasa Indonesia : “Suatu kerangka interaksi yang mana setiap kelompok menampilkan rasa hormat dan toleran satu sama lain, berinteraksi tanpa konflik atau asimilasi (pembauran / pembiasan).”

    Saat ini pluralisme menjadi polemik di Indonesia karena perbedaan mendasar antara pluralisme dengan pengertian awalnya yaitu pluralism sehingga memiliki arti :
    pluralisme diliputi semangat religius, bukan hanya sosial kultural
    pluralisme digunakan sebagai alasan pencampuran antar ajaran agama
    pluralisme digunakan sebagai alasan untuk mengubah ajaran suatu agama agar sesuai dengan ajaran agama lain

    Jika melihat kepada ide dan konteks konotasi yang berkembang, jelas bahwa pluralisme di indonesia tidaklah sama dengan pluralism sebagaimana pengertian dalam bahasa Inggris. Dan tidaklah aneh jika kondisi ini memancing timbulnya reaksi dari berbagai pihak.
    Pertentangan yang terjadi semakin membingungkan karena munculnya kerancuan bahasa. Sebagaimana seorang mengucapkan pluralism dalam arti non asimilasi akan bingung jika bertemu dengan kata pluralisme dalam arti asimilasi. Sudah semestinya muncul pelurusan pendapat agar tidak timbul kerancuan

    (saya mengutip dari wikipedia :polemik pluralisme di Indonesia)

    Dari kutipan wikipedia tadi memang sudah sangat terlihat sebuah kerancuan bahasa. Di indonesia pluralisme di artikan bukan pada arti aslinya. Dan lebih diartikan sebagai semua agama adalah sama.

    Dari situ saya beropini bahwa kemungkinan besar si pelaku yang mengenakan baju “pluralisme? Injak saja” tersebut lebih berpandangan ke arah yang pluralisme versi indonesia. Namun, dari situ juga bukan berarti sang pelaku dan gerombolannya menyerukan sebuah anti keberagaman atau dalam bahasa mereka pluralitas. ang mereka tuntut hanya meniadakan JIL. Karena di dalam islam gerakan JIL itu sudah menyimpang dari ajaran islam semestinya. Sebenarnya, sebagian besar umat muslim pun tidak mempermasalahkan keberadaan mereka. Yang dipermasalahkan hanyalah mereka menggunakan kata “islam” dalam gerakannya sedangkan mereka sendiri tidak memaknai serta menafsirkan al-qur’an (kitab suci orang islam) sebagaimana seharusnya. Sehingga dari situlah timbul sebuah penolakan dari sebagian besar umat muslim. Mungkin jika mereka tidak menggunakan nama islam pergerakan mereka juga tidak akan diganggu.

    Jadi memang dalam ajaran islam sendiri juga mengajarkan bahwa toleransi antar umat beragama dan suku. Jika boleh saya mengambil contoh dari nabi kami Muhammad SAW, beliau sangat toleran dengan semua agama dan suku lain. Dan ketika terjadi sebuah penaklukan di kota mekah, saat itulah satu-satunya penaklukan tanpa adanya pertumpahan darah diantara mereka. Kemudian ada juga ketika negeri syam ingin bergabung dengan muslim, mereka tetap bebas menjalankan kepercayaannya tanpa ada larangan. Dalam kitab kami juga tertulis jelas “laaaaa ikrooha fiddiin” yang bila diartikan berarti tiada pemaksaan dalam beragama.

    Ya mungkin itu sedikit opini dari saya peribadi. Maaf bli kalo kepanjangan. Terus juga bukan maksud saya menggurui. Cuma saya mencoba memaparkan pendapat saya berdasarkan pengetahuan dan kapasitas saya

  • Mas bro, maaf ini sebelumnya Anda paham dengan benar & detail arti ‘pluralisme’ sendiri itu apa? Kalau yang Anda maknai ‘pluralisme’ itu hanya perbedaan ya Anda kurang tepat bro, Kami sangat Respect dengan perbedaan dengan sangat hormat, disitu kenapa ‘pluralisme’ ditolak/diinjak atau diapa kek.. itu yang ditolak adalah Pahamnya!! Bukan mengenai Agama atau kelompok lain..
    Sedang ‘pluralisme’ sendiri yang menurut saya memiliki makna ‘semua agama adalah sama, tuhannya sama, ajarannya sama, semua masuk surga pada akhirnya, etc’ adalah harus kami tolak, dan dengan penolakan itu kami juga menghormati agama/kelompok lain yang memiliki ajaran dan Tuhan yang berbeda. Pencetus ‘pluralisme’ adalah Atheis yang tidak mengakui Tuhan dan Agama. Kalau Anda seorang Atheis namun kenapa Anda permasalahkan diatas? Gerakan diatas adalah ajakan baik kok, enjoy musik namun tetap kembali ke jati diri kita sebagai Mahkluk ciptaan Tuhan, bukan menjadi Atheis, Liberal, dll.

    Thanks bro, mari kita bersama-sama diskusi bareng” jangan langsung posting media dong, kesannya cari teman gitu.. :))

    Sehat selalu, best regards!!

  • Masbro Bli…daripada anda berdebat mengenai ‘isme’ dan ‘itas’ kalo boleh saya menyimpulkan, maksudnya begini:

    JIL = Semua orang menyembah tuhan yang sama yang sama-sama mengajarkan kebaikan

    ITJ = Tuhan anda dan Tuhan kita itu berbeda tidak bisa disamakan..silahkan menyembah tuhan masing-masing

    Intinya itu aja sih..agamamu agamamu…agamaku agamaku..kita semua akan mati dan mempertanggungjawabkan semua perbuatan kita yang baik dan buruk

    Kalo mengenai tata bahasa masih banyak kok bahasa lain yang lebih kasar dibanding ‘menginjak’…ga usah terlalu didramatisir udah terlalu banyak dramatisasi yang berujung kepada perdebatan tiada akhir..

  • http://islamqa.info/id/ref/26721 << ini menarik om Dethu yang nomor 2, 8, 9 dan 11. bagi saya. Saya sepakat, kata "INJAK SAJA!" (Dengan huruf besar dan tanda seru (!))itu terlalu provokatif dan kasar. Alangkah lebih bijaknya menggunakan kata2 yang lebih halus dalam menjalankan syiar agama.

    Bukankah dulu para Wali dan Sunan menggunakan Syiar yang sangat bagus ketika menyebarkan agama Islam, semisal dengan menggunakan perayaan Sekaten yang berasal dari Syahadatain (dua kalimat syahadat) yang membuat orang dulu berbondong2 untuk datang kesana dan mengucapkan kalimat Syahadat, yang artinya lalu banyak yang masuk Islam pada saat itu.

    Lalu dalam hal bermusik, dulu bahkan Sunan Kalijaga membuat beberapa tembang. Ilir-ilir yang lyriknya punya tafsir yang sarat dengan dakwah. Misalnya bagian: tak ijo royo-royo dak sengguh pengenten anyar. Ungkapan ijo royo-royo bermakna hijau, lambang Islam, sedangkan Islam, sebagai agama baru, diasumsikan penganten anyar, alias penganten baru. Beliau juga meninggalkan wayang dan gamelan yang diberi nama Kanjeng Kyai Nagawilaga dan Kanjeng Kyai Guntur Madu, yang sekarang tersimpan di Keraton Yogyakarta dan Keraton Surakarta.

    Sunan Kalijaga pun memadukan dakwah dengan seni budaya yang telah mengakar dalam masyarakat jawa, semisal lewat wayang, gamelan, tembang, ukir, dan batik, yang sangat populer masa itu. Kenapa Kita umat Islam di Indonesia tidak mencoba menirukan apa yang sudah para wali lakukan? Berdakwah dan syiar dengan cara2 yang lebih santun dan elegan:)

    Ini hanya pendapat saya, seorang muslim yang masih mempelajari Agama Islam lebih dalam. Ada kurangnya mohon maaf yaaa, karna sempurna hanya milik Allah ^.^

  • Indonesia sudah mempunyai PANCASILA dan sudah jelas Pasal 1 bunyinya semua tau, dan saya rasa hadirnya kelompok2 tersebut lah yg justru memecah belah persatuan dan toleransi.

    Dan buat penulis saya mohon hanya karena segelintir orang yg menuliskan jargon seperti itu lalu anda menilai semua org yg beragama sama dengan orang itu mempunyai pandangan yg sama pula dengan org itu, karena org tersebut sama sekali tidak mewakili umat muslim secara keseluruhan.

    Salam Damai.
    Thanks no offense

  • saya sendiri sih tidak ikutan juga ama gerakan itu. tapi yang saya liat sih pluralisme yang dimaksud indonesia tanpa jil sih kayaknya lebih ke pluralisme agama. saya kenal dengan salah seorang yang mendukung gerakan itu, ketika ditanya sih dia sebenernya tetap menghormati agama lain, tetapi yg dipermasalahkan ialah sebenernya setiap pemeluk agama pasti beranggapan bahwa agamanya lah yang paling benar, atau Tuhannya lah yang paling benar, (ini rahasia umum kalo dibeberapa mesjid/gereja ada pemuka pemuka agama yang saling menjatuhkan agama lain, contohnya kayak rhoma irama kemarin) nah disini, jika mereka setuju dengan pluralisme agama, artinya secara tak langsung mereka mengakui bahwa agama lain juga benar, nah yang saya liat sih yg dipermasalahin sih disini sebenarnya. dan kenalan saya ini juga menghormati agama lain yang tidak mendukung pluralisme agama, buktinya dia kerja dilingkungan yang orangnya agamanya berbeda beda.

    kalo masuk ke ranah musik sih sebenarnya hal kayak gini udah lama ya, macem skrewdriver dengan ideologi nazinya (ITJ ga seekstrim ini sih), tapi menurut saya gapapa sih, tinggal kitanya aja yang pinter menyaringnya.

    ya bukan saya sih, kan mereka yang nulis. kalo saya sendiri pribadi tidak keberatan dengan jargon “indonesia tanpa jil? injak saja” toh ini negara demokrasi 😛

  • Bismillah, salam kenal bang. :). ikut nimbrung, dapet info dari tweet temen mengenai surat terbuka abang.
    “Pluralisme, Injak Saja!”
    Begini bang, pluralisme yang di pake di atas adalah pluralisme agama bukan pluralisme sosial. Pluralisme agama menyakini semua agama sama, bagi aye yang muslim jelas aye ga bisa terima pemahaman yang seperti ini, bagi keyakinan yang lain juga pasti ga bisa nerima keykinannnya di samakan dengan keyakinan yang lain. Jadi Pluralisme macam gini yang harus di injek, Kalo pluralisme yang berkaitan dengan kemajemukan sebagaimana yang disebutkan dalam definisi di KBBI
    “plu·ra·lis·me n keadaan masyarakat yg majemuk (bersangkutan dng sistem sosial dan politiknya);
    — kebudayaan berbagai kebudayaan yg berbeda-beda dl suatu masyarakat ”
    ini yang di sebut dengan pluralisme sosial, di ITJ udah ga ada lagi batas suku dan budaya mas, coba liat aja ada ITJBandung, ITJMakasar, ITJBogor, ITJKalimantan, dlll 🙂

  • Itu si Ucay dan kelompok hastag (baca: IndonesiaTanpJil) lagi nyari jatidiri. Cuekin aja deh bro Dethu. Toh kenyataannya mereka ga ngerti juga arti liberal yg bermula dari liberal klasik, yg merupakan cikal bakal demokrasi. Kelompok hastag itu pada mau antidemokrasi? Hmm.. Pantesan aja banyak teman2 ane yg dulu ngedukung gerakan hastag ini sekarang udah pada cabut satu-persatu, karena ngerti agenda apa yg ada di balik itu.

  • Maaf saya mungkin tdk tau jelas apa tujuan ITJ.. Dan saya jg tdk bnr2 mengenal dan mengerti pemahaman JIL. Tp saya cukup tau klo ITJ dan JIL sama2 muslim. Berhubung saya ga tralu mengenal ITJ mksd jargon Pluralisme Injak Saya !!! Itu apa? Saya mo nanya bagi yg bnr2 tau itu mksd sbnrnya apa? Krn mnnurut saya yg namanya Pluralisme sampe saat ini artinya blm brubah ko. Ada yg salah dgn perbedaan? Indonesia udh cukup lama bahkan tua diwarnai dgn perbedaan. Dan seharusnya toleransi maupun menghargai perbedaan itu sudah menjadi hal yg lumrah. Klo anda tdk bisa menghargai pemahaman org lain yg beragama samadgn anda, apalagi dgn org yg berbeda dgn anda?
    Mau apapun arti jargon ITJ Pluralisme Injak Saya !!! Sudah jls brarti mreka tdk bisa mnerima perbedaan. Dan yg sangat disayangkan jargon itu di”publikasikan” oleh vocalist yg sering berada dihadapan org2 yg plural. Maaf klo ada kesalahan pemahaman atau pengertian. Thx

  • “pluralisme injak saja” bagi saya artinya tidak ada diskusi. tolak mentah2 tanpa perlu mengerti.

  • Bli, ada beberapa poin yang ingin saya posting:

    1. Apakah pemahaman Anda dengan orang yang mengenakan kaos tentang definisi atau makna “pluralisme” sama? Bisa jadi beda lho. Yang saya tangkap dari bahasan ini, mungkin yang dimaksud lebih deket ke pluralitas (plurality, KONDISI keberagaman). Sementara bila memang pluralisme yang dimaksud, ada baiknya dikembalikan ke konteksnya.

    Dalam pemahaman saya, pluralisme yang ditentang oleh Indonesia Tanpa JIL adalah suatu paham yang mempunyai banyak kemiripan dengan konsep Teologi Inklusif yang memang sering dipromosikan via aktivitas JIL sebagai lembaga. Paham ini memang lumayan mengganggu ketenangan beribadah bagi sebagian umat muslim, makanya ada gerakan kontra.

    Jadi ada baiknya disamakan dulu persepsi pluralisme sebelum (yang celakanya sudah) merembet ke akusasi-akusasi dan persepsi bli Rudolf tentang Rocket Rockers.

    2. Versi pemahaman terhadap PLURALITAS, bukan pluralisme, antara mayoritas muslim memang berbeda dengan JIL. Anda bisa mulai membaca beberapa buku Nurcholis Madjid misalnya, sebagai pengantar ke Teologi Inklusif (saya yakin bli Rudolf sudah paham hal ini). Nanti ada garis perbedaan dari sisi keyakinan (akidah) dan prinsip tauhid (keesaan), which is jadi core-nya agama Islam. Itu juga kenapa simbol Tanpa JIL berupa satu jari, untuk mengingatkan ke prinsip keesaan. Jadi boleh dikatakan pertentangan JIL dan ITJ adalah intern umat Islam (seperti yang saya bilang di nomer satu tadi, sudah mengganggu ketentraman beribadah). So, saya agak menyayangkan bila ada pihak di luar itu yang berdiri di salah satu pihak (manapun).

    3. Apakah umat Islam yang teguh keyakinan selalu anti dengan pluralitas? Jelas tidak.

    4. Setelah berpanjang komen, saya sih agak menyayangkan kenapa dari awal tidak disepahamkan dulu maksud “pluralisme” yang dikenakan pada kaos personil Rocket Rockers. Anda sudah langsung mengambil asumsi dan kesimpulan. Sebagai penggemar musik juga, saya selalu ingat petuah dari Bob Dylan di Times They Are A-Changin’:

    “Don’t criticize what you can’t understand.”

  • Oia komentar saya bukan utk menyerang slh 1 pihak baik itu ITJ, JIL, sang vocalist, Atau org2 yg peduli dan menerima pluralisme.
    Saya hanya manusia biasa yg slalu brusaha menghargai perbedaan. Trima ksh

  • kalo dari Google:

    plu·ral·ism/ˈplo͝orəˌlizəm/
    Noun:
    A condition or system in which two or more states, etc., coexist.
    A form of society in which minority groups maintain their independent cultural traditions.

    plu·ral·i·ty/plo͝oˈralitē/
    Noun:
    The fact or state of being plural.
    A large number of people or things.

    yang mendefinisikan Pluralitas dan Pluralisme ala ITJ itu siapa ya? Pluralisme = semua agama sama?

    Kalau orang awam sih (maksudnya di luar ITJ) taunya Pluralisme itu kondisi sebuah masyarakat yang beragam dan independen. Inti dari Bhineka Tunggal Ika kan? Kalau ini mau diinjak, wahhh…makar dong namanya? CMIIW

  • Daripada bikin surat terbuka seperti ini, kenapa ga langsung menghubungi dan mengkonfirmasi personel Rocket Rockers tersebut bli? 🙂 biar bisa cepat dapat jawaban atas kegelisahan bli… 🙂

    Salam

  • Pak Rudolf Dethu, mungkin kenyataan seperti ini bisa disampaikan kepada perusahaan-perusahaan yang meng-endorse band tersebut. Saya yakin Bapak bisa meyakinkan perusahaan-perusahaan besar tersebut(yang saya juga yakin menolak pemikiran sempit individu-individu seperti itu). Terima kasih.

  • (1) PLURALISME adalah istilah yang digunakan MUI, ITJ, dan sejumlah umat Islam lainnya untuk menggambarkan sikap “menganggap semua agama sama saja dan Tuhan yang disembah semua agama sama saja”.

    (2) PLURALITAS didefinisikan sebagai sikap hidup berdampingan dengan damai dalam keberagaman baik suku maupun agama.

    Dalam pandangan Islam, dua hal tersebut berbeda dan bertolak belakang.
    PLURALISME tidak bisa diterima dan dibenarkan (makanya “diinjak”).
    PLURALITAS itu WAJIB, karena Allah memang menciptakan manusia bersuku2 dan berbangsa2.

    PLURALISME dan PLURALITAS hanyalah dua istilah yang digunakan untuk mendefinisikan hal (1) dan hal (2).

    Nah, istilah apa yang Anda gunakan untuk menggambarkan hal (1) dan hal (2) di atas? Apapun istilah yang dipakai, hal (1) tetap tidak bisa diterima (lagi-lagi, makanya “diinjak”).

    Anda gak perlu terintimidasi dengan jargon “Pluralisme = Injak saja”, karena yang mau distop adalah hal (1), sedangkan PLURALITAS tidak menjadi masalah.

  • karena tidak adanya seluruh anggota RR difoto tsb dan tdk ada anggota RR lain selain Ucay yg anda sebutkan diatas, maka saya sarankan mungkin judulnya perlu sedikit diubah jadi “Surat Terbuka untuk Ucay/ITJ/si pemakai kaos” mungkin?

  • yang lucu itu cuma satu; perbedaan definisi plural/pluralisme. entah gimana kok ada yg mengartikan sebagai -campur aduk ajaran agama / menganggap semua ajaran sama- lantas harus ditolak atau kasarnya diinjak.

    Apabila merujuk dari Wikipedia bahasa Inggris, definisi pluralism adalah “In the social sciences, pluralism is a framework of interaction in which groups show sufficient respect and tolerance of each other, that they fruitfully coexist and interact without conflict or assimilation.” Atau dalam bahasa Indonesia “Suatu kerangka interaksi yang mana setiap kelompok menampilkan rasa hormat dan toleran satu sama lain, berinteraksi tanpa konflik atau asimilasi (pembauran/-pembiasan).”

    udah ah, gue cuma bisa mampir doang

Comments are closed.

Related

RUDOLF DETHU

Scroll to Top