Rock-n-Roll Exhibition: ARIBOWO SANGKOYO

Edition: March 17, 2010Rock-n-Roll Exhibition: ARIBOWO SANGKOYONyanyikanlah Hidup Kita!:: Playlist, intro, song descriptions, and (most) photos, written and handpicked by Ribosa Himself :: Saya bersaksi bahwa tiada hidup selain musik dan saya bersaksi bahwa lagu-lagu berikut adalah penyelamat kewarasan saya. Semoga kita dikembalikan ke distorsi yang 'benar' dan terbebas dari godaan pasar yang terkutuk. Amin.
Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print

Edition: March 17, 2010

Rock-n-Roll Exhibition: ARIBOWO SANGKOYO
Nyanyikanlah Hidup Kita!

:: Playlist, intro, song descriptions, and (most) photos, written and handpicked by Bowo Himself ::

Saya bersaksi bahwa tiada hidup selain musik dan
saya bersaksi bahwa lagu-lagu berikut adalah penyelamat kewarasan saya.

Semoga kita dikembalikan ke distorsi yang ‘benar’ dan
terbebas dari godaan pasar yang terkutuk.

Amin.

The Playlist:


01. Liberation Frequency – Refused
Sebagai pembuka, saya pikir ini lagu yang cocok. Bukan karena estetika semata, tapi semangatnya sesuai dengan acara Block Rockin’ Beats ini: Kinilah saatnya kita mengambil alih sekelumit gelombang radio untuk menantang polusi audio arus besar yang ada di sekitar kita.

02. Waiting for the Turning Point – Superjoint Ritual
Kita kadang butuh saat yang tepat untuk memulai, entah itu saat yang sudah dinanti atau diciptakan.

03. Melting Away – 324
Cuma butuh waktu 52 detik bagi band Jepang ini untuk menunjukkan bagaimana memainkan grindcore yang tepat.

04. Passion… – Catharsis
Passion before fashion, passion will lead to action. Sepertinya lagu ini provokasi yang sesuai untuk itu.

05. Old Gods, New Blasphemies – Malefaction
Setelah lelah mencipta, alam semesta beristirahat di hari ke-6. Pada saat itulah Ia lengah, manusia membahasakan sosok-Nya ke dalam dosa-dosa bernama “agama”.

06. The System Works for Them – Aus-Rotten
Ketika sebuah tatanan berdiri tanpa mempedulikan “kekitaan”, saat itulah kita harus mempertanyakan bagaimana mengusik kondisi itu.

07. Squandered – Disrupt
Lagu ini dipilih sebagai satir bagi diri saya sendiri yang memoles citra para pemesan untuk menjamin dapur tetap ngebul. Hanya menguntungkan satu pihak dan menyisakan kesia-siaan bagi pihak lain.

08. From Protest to Resistance – Conflict
Sekedar nostalgia saat turun ke jalan masih jadi pilihan utama.

09. Reaction – From Ashes Rise
Saya tidak begitu mengerti lagu ini bicara soal apa. Tapi cukup bisa menyemangati pagi saya untuk segera berreaksi.

10. Son the Father – Fucked Up
Bertindak menurut berbagai interpretasi atas ayat-ayat dalam kitab bahasa alam hanya akan membuat manusia mengabaikan akal sehat dan menolak hukum waktu yang senantiasa bergerak maju.

11. Perang Demi Setan – Forgotten
Berani mengangkat tema satanik yang frontal dalam bahasa Indonesia? Oh, sudah barang pasti masuk playlist saya 🙂

12. World War III is Coming – Mouth Sewn Shut
Salah satu band yang terakhir dirilis Profane Existence ini cukup langka. Setelah Mouth Sewn Shut saya belum menemukan band lain yang bisa memadukan reggae dan crust.

13. Police Story (Black Flag cover) – Los Campesinos!
Seharusnya saya memasukkan lagu aslinya, tapi versi rejuvenasi ini terdengar lebih segar.

14. Monument to Thieves – His Hero Is Gone
Di Amerika, pembantaian oleh Colombus setiap tahun diperingati sebagai hari khusus. Di Indonesia, stabilitas a la Soeharto dirindukan setiap saat.

15. Ave Satani (Jerry Goldsmith cover) – Fantomas
Lebih baik memuja setan. Ia tidak pernah mengharamkan, menajiskan, melarang atau mengadu ciptaannya sendiri.

16. Sayap Imaji – Cryptical Death
Lagu ini saya pilih karena alasan yang egosentris. ‘Nuff said!

17. Systematic Death – Crass
Lahir. Sekolah. Kerja. Kawin. Punya anak. Pensiun. Mati. Saya berharap semoga itu semua cuma fiksi belaka. Hidup yang lurus itu membosankan!

18. Runtuhnya Surau Mereka – HARK! It’s a Crawling Tar-Tar
Surau yang runtuh masih jauh lebih baik ketimbang dipenuhi jemaah yang hanya bisa membeo satu nada.

19. Ideas are Bulletproof – The Pist
Kematian tragis membentang mulai dari Socrates sampai Munir. Raganya mati, namun gagasan akan hidup selamanya.

20. No Remorse (I Wanna Die) – Slayer & Atari Teenage Riot

Beginilah jadinya ketika 2 sumber suara yang berisik bersatu.

21. The Only Good Fascist is a Very Dead Fascist – Propagandhi
Bersiaplah, Kawan. Indonesia kini sudah berada di perbatasan antara masa depan dan tangan yang berusaha menarik ke Timur Tengah beberapa abad yang lalu.

22. Berkibarlah Benderaku – Zoo
Sebuah desakralisasi atas lagu nasional yang memberhalakan bendera, dengan tingkah polah kebun binatang.

23. Black Mask – The (International) Noise Conspiracy
“Tutup mukamu dan tetap anonimus” jadi pilihan yang baik ketika harus berhadapan dengan pikiran yang lebih mempermasalahkan SIAPA yang bicara, bukannya APA yang dibicarakan.

24. Puritan (God Blessed Fascists) – Homicide
Sesungguhnya tak satu hal pun yang sedemikian sakralnya sampai harus dibela dengan nyawa, semuanya layak untuk dibongkar.

25. Amerika – Armada Racun
Berkat band dari Yogyakarta ini, akhirnya kita punya Soempah Pemoeda yang baru—yang lebih sesuai dengan konteks kekinian.

26. This Magic Moment – Misfits
Di antara semua band punk yang mendaur ulang lagu lawas, tak ada yang bisa menandingi lagu ini. Walau hasilnya memang jadi lebih sangar, tapi tetap menyisakan ruang bagi kecentilan a la doo-woop.

27. Will the Fetus Be Aborted – Jello Biafra & Mojo Nixon
Sampai sekarang, inilah satir terbaik yang pernah saya dengar. Lagu ini mengangkat tema Aborsi yang kontroversial dengan meramu musik country dan gospel (dua musik yang identik dengan kaum konservatif—penentang utama isu aborsi) dalam semangat punk. Liriknya yang cerdas dan tidak berusaha menggurui ditulis oleh Juddi Barri, seorang aktifis feminis-ekologis.

28. Questions and Answers – Sham 69
Esensi terpenting bagi manusia adalah bertanya. Dengan bertanya, kita bisa mempertahankan kewarasan, tanpa harus menyelimuti ketidaktahuan dengan jalan pintas mistisisme.

29. Ask – The Smiths
Alam berbahasa, maka bacalah. Baca sendiri sesuai akal sehat, jangan paksakan pendapat kepada orang lain yang belum mulai membaca.

30. To Hell with Poverty – Gang of Four
MDGs my ass! Sekarang sudah tahun berapa ini?!

31. Bella Ciao – Chumbawamba
Masih ada optimisme tersisa, walau sudah banyak makan korban.

32. Thrillseeker – The Divine Comedy
Hal yang paling berbahaya di dunia ini adalah zona nyaman. Merasa semuanya baik-baik saja, tanpa resah dan gelisah, dapat membuai kita ke dalam lupa akan betapa menariknya hidup ini.

33. Four Winds – Bright Eyes

“The Bible’s blind, the Torah’s deaf, the Qur’an is mute, if you burned them all together you’d be close to the truth.” True!

34. Hitsville U.K. – The Clash
Sebelumnya tak pernah terbayangkan oleh saya bagaimana sebuah lagu bisa merekam semangat suatu masa dengan baik.

35. New Age – Blitz
Lagu ini mengingatkan saya akan kecenderungan manusia modern yang bersusah payah mencari hal baru. Menggelikan, melihat bagaimana akhirnya spiritualisme ditemukan dalam bentuk-bentuk yang artifisial.

36. Hybrid Moments – Everybody Loves Irene
Saya dulu manajer band ini sekaligus menulis beberapa liriknya, tapi bukan lagu ini. Ini sekedar reinterpretasi brutal atas sebuah hit horror punk klasik.

37. Words For Snow – Clann Zu
Hidup sesuai apa yang tertulis dalam kitab sering kali tidak menyisakan banyak pilihan pada manusia, hingga akhirnya memohon kepada siapa-pun-yang-kita-kira-sebagai-penulisnya untuk melanggar perintahnya.

38. We’re All Going to Hell – Ida Maria
Tak ada yg tahu posisi akhirat; benarkah ia ada? Kita hanya punya kepastian ini: Surga ada di hati yang ingat, neraka ada di pikiran yang lupa.

Songs remixed by Marlowe Bandem.

____________________

Catatan: Di isu religius seperti Rock-n-Roll dan narkotika rekreasional, saya punya banyak kesamaan sudut pandang dengan sosok brilian yang kerap dikenal via alter ego Sayap Imaji ini. Selain pernah menjadi biduan di band punk rock The Borstal & crust-grind Proletar, memanajeri kolektif trip hop Everybody Loves Irene + kontingen thrash metal Speedkill, berkarir sebagai jurnalis partisan, penulis hantu, web editor serta tim sukses beberapa sosok mahsyur di kancah politik, kini pria gimbal lagi atheis berpanggilan Bowo alias Ribosa ini menjabat posisi copywriter di sebuah firma periklanan.

___________________

» If you wanna download the whole playlist please click here

Upcoming shows/exhibitions*:
– October 20: Veroland (cars & motorcycles custom builder)
– October 27: Belinda Kazanci (singer of LA-based trip hop group, Echocell; designer of Gado Gado apparel)
– November 03: Stirling Siliphant (writer, Bangkok-Singapore-Bali indie bands impresario)
– November 10: Samack (mastermind of Apokalip media & Solidrock showbiz, Malang’s underground Godfather)
– November 17: Bonny Sidharta (Ganja Claus, bassist of Deadsquad and Raksasa, ex-Tengkorak & Vessel)
– November 24: Mian Tiara (singer, songwriter, jazz ingenue)
– December 01: Oppie Andaresta (singer, songwriter, rock-n-roll veteran)
– December 08: Lecir (band manager, melodic punk connoisseur)
– December 15: Meita Kasim (writer, ex-music director of Hard Rock FM Jakarta, ex-vocalist of Wondergel)
– December 22: Robin Malau (rock star turned geek, Indonesia’s hardcore pioneer via Puppen, living legend)
– December 29: Acum (asst. Managing Editor of Trax mag, vocalist of Bangkutaman)
And more exhibitions next year by Philips J. Vermonte, Taufiq Rahman, Che Cupumanik, Henry Foundation, Oomleo, Cindy Ishimine, Ardy Chambers, Anto Arief, etc.

See y’all again next Wednesday!

Boozed, Broozed, and Broken-boned,
RUDOLF DETHU

*subject to change
____________________

The Block Rockin’ Beats
Curator: Rudolf Dethu
Every Wednesday, 8 – 10 PM
The Beat Radio Plus – Bali, 98.5 FM

120 minutes of cock-melting tunes.
No bullcrap.
Zero horse shit.
Rad-ass rebel without a pause.

Shut up and slamdance!

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print
Picture of Rudolf Dethu

Rudolf Dethu

Music journalist, writer, radio DJ, socio-political activist, creative industry leader, and a qualified librarian, Rudolf Dethu is heavily under the influence of the punk rock philosophy. Often tagged as this country’s version of Malcolm McLaren—or as Rolling Stone Indonesia put it ‘the grand master of music propaganda’—a name based on his successes when managing Bali’s two favourite bands, Superman Is Dead and Navicula, both who have become two of the nation’s biggest rock bands.
Picture of Rudolf Dethu

Rudolf Dethu

Music journalist, writer, radio DJ, socio-political activist, creative industry leader, and a qualified librarian, Rudolf Dethu is heavily under the influence of the punk rock philosophy. Often tagged as this country’s version of Malcolm McLaren—or as Rolling Stone Indonesia put it ‘the grand master of music propaganda’—a name based on his successes when managing Bali’s two favourite bands, Superman Is Dead and Navicula, both who have become two of the nation’s biggest rock bands.

Related

RUDOLF DETHU

Scroll to Top